REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melakukan inspeksi mendadak dan penegakan hukum terhadap industri yang cerobongnya terbukti mencemari udara, Kamis (8/8). Inspeksi ini merupakan salah satu pelaksanaan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih memberikan sanksi pada pabrik yang mencemari udara di Jakarta berupa paksaan memperbaiki cerobong pembuangan udaranya dalam waktu 45 hari. Dua perusahaan yang mendapatkan sanksi tersebut, yaitu PT Indonesia Acid Industry dan PT Mahkota Indonesia.
"Cerobong kedua pabrik ini telah terbukti mengeluarkan emisi melebihi baku mutu yang dipersyaratkan," kata Andono, Kamis (8/8).
Sanksi ini merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan Kepgub Nomor 670 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak di Provinsi DKI Jakarta.
Selain itu, lanjut dia, inspeksi mendadak dilakukan terhadap PT Hong Xin Steel, sebuah industri peleburan baja di Kawasan Cakung. Perusahaan ini sebelumnya sudah diberikan sanksi berupa paksaan pemerintah untuk segera memperbaiki cerobong proses industrinya agar memenuhi keluaran emisi yang memenuhi baku mutu.
“Jika terbukti tidak juga dipenuhi, akan meningkat ke sanksi berikutnya, yaitu pembekuan izin lingkungan dan bahkan dapat sampai ke pencabutan izin. Ujungnya bisa sampai pidana,” ujar Andono.
Ia menegaskan, kegiatan pengawasan industri atas emisi cerobong tidak akan berhenti pada tiga perusahaan ini saja. Inspeksi tahun ini ditargetkan dilakukan pada 90 perusahaan dari 114 kegiatan industri yang terindentifikasi memiliki cerobong buangan gas sisa.
“Kami mendata ada 1.150 cerobong gas buang industri di Jakarta. Kegiatan industri tersebut umumnya memiliki cerobong lebih dari satu unit,” kata dia menambahkan.
Komponen yang diawasi adalah pemenuhan ketentuan spesifikasi teknis cerobong, baku mutu udara keluaran, kewajiban melakukan pengukuran secara mandiri emisi setiap enam bulan oleh industri bekerja sama dengan laboratorium lingkungan hidup terakreditasi, dan kewajiban melaporkannya kepada Dinas Lingkungan Hidup.
Pengawasan yang dilakukan pihaknya, kata Andono, tidak hanya terhadap kepatuhan pemenuhan baku mutu cerobong emisi gas buang, tetapi juga terhadap aspek persyaratan teknis lingkungan hidup lainnya, seperti tersedianya instalasi pengolahan air limbah domestik, tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dan kepatuhan melaporkan kegiatan pengendalian lingkungan.
“Sepanjang 2019, kami telah menjatuhkan sanksi kepada 77 pelaku usaha yang terbukti tidak patuh atas ketentuan lingkungan. Jumlah ini jauh meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 18 pelaku,” ujar Andono.
Menindaklanjuti Intruksi Gubernur No 66/2019, Dinas LH DKI Jakarta juga segera membuat regulasi untuk memperketat persyaratan teknis terkait pengendalian pencemaran udara dari sumber tidak bergerak.
Di antaranya dengan mewajibkan cerobong industri besar dan berpotensi tinggi mencemari udara agar dilengkapi continuous emission monitoring system (CEMS), yaitu sistem pemantauan lengkap yang dapat mengukur 5 parameter kualitas udara berupa CO, CO2, SO2, NOx, O2, dan partikulat secara terus-menerus.
Data tersebut, lanjut Andono, wajib diumumkan secara serta-merta dan //realtime// melalui panel displai digital di depan gerbang pabrik serta wajib dikoneksikan langsung ke Command Center Dinas Lingkungan Hidup. Dengan begitu, pengawasan pemerintah dapat lebih efektif dan masyarakat juga dapat memantaunya secara langsung.
Tinjau Ulang Cerobong Asap
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi inspeksi mendadak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta terhadap dua pabrik bercerobong penyumbang pencemaran udara di DKI. Anies mengatakan, akan bersikap tegas kepada pabrik-pabrik bercerobong asap dan menyumbang pencemaran udara di Jakarta.
"Menginstruksikan pada seluruh jajaran untuk melakukan inspeksi dan melakukan pengukuran di cerobong-cerobong asap bagi industri yang beroperasi di DKI Jakarta," kata Anies, Kamis.
Anies menyebut kualitas udara di DKI Jakarta yang sempat mencatat pada angka terburuk, tidak lain disebabkan oleh warganya sendiri. Salah satunya oleh pelaku industri yang membuang emisi udaranya melalui cerobong asap.
Pengecekan udara buangan pabrik ini, Anies menjelaskan, nanti dicek dan dikaji detailnya. Namun, hal yang jelas semua kegiatan usaha dalam proses perizinannya harus berdasarkan ada namanya amdal.
"Analisis mengenai dampak lingkungan, dan apabila di sana terjadi pelanggaran, maka akan bisa dilakukan tindakan. Jangan buru-buru langsung cabut, tapi sesuai dengan ketentuan yang ada," ujar dia.
Walaupun Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki angka pasti berapa banyak pabrik yang melanggar, dua pabrik yang telah mendapat teguran tersebut harus memperbaiki status kinerjanya.
"Saya hanya minta review kembali. Pastikan bahwa yang dikeluarkan tidak mengakibatkan polusi yang lebih tinggi baik di Jakarta ataupun di kawasan-kawasan yang lain," kata Anies menegaskan.