Jumat 09 Aug 2019 05:32 WIB

India Putus Seluruh Jalur Komunikasi Warga Kashmir

Puluhan ribu pasukan pemerintah India menggelar patroli anti huru-hara.

Rep: Lintar Satria/ Red: Budi Raharjo
Tentara Pasukan Keamanan Perbatasan menjaga pos penjagaan sementara saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Rabu (7/8).
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Tentara Pasukan Keamanan Perbatasan menjaga pos penjagaan sementara saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Rabu (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Lima juta warga Kashmir yang dikuasai India kini berada diujung tanduk. Keputusan New Delhi untuk mencabut hak istimewa Negara Bagian Jammu dan Kashmir disusul dengan tindakan keras terhadap satu-satunya wilayah mayoritas Muslim di India itu.

Puluhan ribu pasukan pemerintah India menggelar patroli anti huru-hara. Jalan-jalan yang disesaki toko-toko menjadi sepi, barikade besi dan kawat baja memotong-motong permukiman. Keheningan hanya pecah oleh suara kendaraan pasukan keamanan yang sesekali lewat.

Penjagaan ketat yang sebelumnya tidak pernah terjadi ini dilakukan setelah penutupan jaringan komunikasi dan layanan internet memasuki hari keempat. Langkah yang memaksa awak media harus keluar dari wilayah itu untuk mengirim berita.

Di pusat kota Srinagar masih terlihat ada beberapa penjalan kaki keluar dari rumah mereka. Mengarahkan titik pemeriksaan yang dipasangi kawat berduri dan dijaga pasukan yang mengenakan pakaian perang, perisai pelindung dan membawa senjata laras panjang.

Pusat perbelanjaan, toko swalayan dan klinik ditutup. Dalam penutupan kota sebelumnya toko-toko kelontong di pemukiman warga masih membuka pintu mereka selama beberapa jam setelah gelap. Sehingga warga masih dapat membeli kebutuhan dasar seperti susu, beras dan makanan bayi.

Warga telah terbiasa untuk menimbun kebutuhan dasar mereka. Praktek yang diasah saat musim dingin yang keras tiba. Ketika jalanan tertutup dan jalur komunikasi mati.

Saat ini semua jalur komunikasi di Kashmir terputus. Jaringan telepon rumah, telpon genggam dan internet mati. Warga Kashmir tidak bisa menghubungi atau berbicara dengan teman dan keluarga mereka di luar wilayah tersebut. Mereka hanya mengandalkan laporan saluran televisi kabel dan radio setempat.

Seorang perempuan mengintip dari jendela dan bertanya kepada sekelompok wartawan tentang kabar sanak saudaranya yang sakit. "Kami tidak memiliki kontaknya," kata perempuan paruh baya itu sebelum tentara meminta wartawan untuk pergi.

Tidak ada berita yang datang dari wilayah lain. Petugas polisi dan paramiliter memperketat penjagaan tapi mereka tidak tahu sampai kapan jam malam diberlakukan. "Kami hanya tahu apa yang terjadi di tempat kami ditugaskan, kami tidak tahu apa yang terjadi di jalan lain," kata salah seorang petugas polisi di pusat kota Srinagar yang tidak dapat menyebutkan namanya karena peraturan yang berlaku, Rabu (8/8).

Jurnalis tidak diberi penjelasan tentang jam malam atau hal-hal lainnya. Sangat berbeda dari pengetatan keamanan yang sebelumnya pernah dilakukan di Kashmir.

Banyak polisi setempat yang mengungkapkan amarah mereka karena tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Memicu ketegangan antara kepolisian Kashmir dan tentara India yang ditugaskan di lapangan.

Sebelum India mencabut hak istimewa Kashmir, pemimpin Hizbul Mujahideen kelompok pemberontak terbesar di negara bagian itu, Reyaz Naikoo sempat menghasut polisi setempat. Dalam pernyataan yang disampaikan melalui audio itu Naikoo mengajak polisi Kashmir 'menyelamatkan diri' dengan menolak perintah pasukan New Delhi.

"India dapat berubah dengan secarik kertas, tapi mereka tidak dapat mengubah sentimen kami atas kebebasan, India telah memulai rencana untuk mengubah demografi Kashmir, tapi India bertempur dalam perang yang sudah kalah, mereka di sini dengan penuh tipu daya," kata Naikoo.  

Tindakan keras India di Kashmir bukanlah sesuatu yang baru. Hal ini bermula ketika  perjanjian yang dijamin PBB rusak tidak lama setelah India dan Pakistan merdeka dari Inggris tahun 1947.

Dua negara bertetangga yang memiliki nuklir itu tidak dapat menyelesaikan sengketa mereka di Kashmir. Sejak itu wilayah Kashmir yang dikuasai India selalu diterpa pemberontakan.

Pemberontak paling berdarah mulai terjadi pada tahun 1989. Para pemberontak menuntut kemerdekaan atau bergabung dengan Pakistan. Sejak saat itu pemberontakan dan tindakan brutal militer India dalam menumpasnya telah menewaskan 70 ribu orang.    

Berdasarkan pernyataan polisi, pemimpin lokal dan laporan media, sejak pengamanan ketat diberlakukan New Delhi telah menahan 300 politisi dan anggota kelompok separatis. Alasannya untuk meredam unjuk rasa yang terjadi di seluruh penjuru Kashmir.

photo
Tentara paramiliter India berpatroli saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Rabu (7/8).

Pemimpin setempat sudah memperingatkan keputusan Modi mencabut hak istimewa Jammu dan Kashmir yang sudah berlaku puluhan tahun akan mendapat penolakan. Keputusan yang memecah negara bagian itu untuk dikuasai dua pemerintahan federal.

Ribuan polisi paramiliter sudah dikerahkan ke Srinagar, kota terbesar di Kashmir. Sekolah-sekolah, jalanan dan pemukiman juga dibarikade.

Dua orang polisi mengatakan ada protes sporadis yang terjadi di seluruh Srinagar. Salah satu polisi mengatakan 13 orang terluka karena lemparan batu dalam unjuk rasa yang terjadi di seluruh penjuru kota sejak Selasa (7/8) malam.

Pada Rabu sore bagian kota tua Srinagar ditutup sementara petugas polisi anti huru-hara berjaga beberapa meter dari batas barikade. Di setiap beberapa meter India juga membangun pos pemeriksaan kawat berduri.  

Batu dan bata bertebaran di tiga lokasi di dekat Masjid Jama. Sebuah masjid yang selama ini menjadi pusat unjuk rasa di Srinagar. Salah seorang saksi mata mengatakan juga ada pelemparan batu di Bemina, barat daya Srinagar. Di sana jalanana juga diblokir oleh batu besar dan tiang.

sumber : reuter/ap
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement