Sabtu 10 Aug 2019 04:17 WIB

Pemerintah Upayakan Formula Tarif Tiket Pesawat yang Adil

Di dunia penerbangan secara global tiket pesawat tidak diatur negara.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Harga tiket pesawat masih mahal.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Harga tiket pesawat masih mahal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan harga tiket pesawat hingga saat ini masih belum mencapai titik temu. Pemerintah masih terus mencari mana tarif tiket yang adil baik bagi penumpang atau maskapai.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan konsumen berhak atas tarif yang wajar. “Operator penerbangan yang berhadapan dengan konsumen perlu menerapkan tarif berkelanjutan dengan margin profit yang wajar,” kata Tulus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (9/8).

Baca Juga

Untuk memutuskannya, Tulus mengatakan pemerintah harus konsisten dalam menerapkan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB). Tulus menuturkan dalam pelaksanaan TBA dan TBB harus dinamis dengan peninjauan ulang secara berkala yaitu enam hingga 12 bulan.

“Peninjauan ini tentunya dengan mempertimbangkan aspek konsumen dan pertumbuhan industri penerbangan dalam negeri,” tutur Tulus.

Tulus menambahkan bahkan jika pemerintah saat ini bisa menghapus TBB tiket pesawat maka maskapai bisa jauh lebih fleksibel menjual harga tiketnya dengan lebih rendah. Sebab, lanjut Tulus, lazimnya di dunia penerbangan secara global yaitu tiket pesawat tidak diatur negara.

“Kalau persaingan diserahkan ke pasar harus ada wasit yang kuat dan struktur industri sudah harus sehat. Selama ini KPPU yang punya kompetensi, untuk mengatur industri,” ungkap Tulus.

Sementara itu, Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawasa Persaiangan Usaha (KPPU) Taufik Ahmad menuturkan penerapan TBA idealnya diatur pada rute-rute dengan struktur yang terkonsentrasi. Tak hanya soal TBA, taufik mengatakan penerapan TBB dalam persaingan di antara masakpai juga muncul perdebatan.

Taufik menjelasakan TBB dianggap negatif karena menjadi entry barrier bagi pelaku usaha yang bisa menawarkan tarif murah. “Ini menjadi disinsentif juga bagi inovasi di industri yang bermuara pada munculnya besaran tarif di bawah TBB,” tutur Taufik.

Hanya saja, Taufik menganggap TBB juga dianggap positif untuk mencegah agar jumlah maskapai yang bersaing di industri penerbangan tetap terjaga pada level tenentu. Sehingga, kata, Taufik, persaingan di antara masakapai tetap terjadi.

Mengenai TBB dan TBA, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan pemerintah masih terus melakukan pembenahan. “Lebih banyak semua diantaranya TBBA atau TBB itu diupayakan untuk melindungi masyarakat,” ujar Budi.

Meskipun begitu, Budi mengakui mekanisme soal tarif di negara lain berlaku hukum pasar. Sementara di Indonesia, kata Budi, masih menrapkan TBA dan TBB agar adanya keseimbangan pasar yang lebih baik.

“Kalau kita memimikirkan maskapai juga diperhatikan jadi biar mereka mampu tidak asal ditetapkan, jadi biar masyarakat bisa menjangkau juga (harga tiket yang tidak tinggi karena TBA,” ungkap Budi.

Di sisi lain, pengamat penerbangan Chappy Hakim menilai naiknya harga tiket pesawat disebabkan beberapa faktor. Hanya saja menurut Chappy yang paling dominan dikarenakan biaya operasi maskapai.

Chappy menuturkan biaya yang dibayarkan dalam bentuk mata uang dolar AS. Sementara pendapatan maskapai hanya dalam bentuk Rupiah. “Dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS menyebabkan naiknya harga operasional yang berdampak juga pada harga tiket pesawat,” ujar Chappy.

Chappy menuturkan solusi untuk mengatasi persoalan tersebut harus berdasar kepada hasil dari investigasi, audit, dan analisis yang dilakukan dengan kontrol yang terintegrasi dari pemerintah. Chappy menilai perlu melibatkan Dewan Penerbangan Nasional dan jejaring perhubungan nasional.

Policy Advisor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lin Che Wei menuturkan untuk memberikan harga tiket yang susuai maskapai sudah berusaha mencari tarif terjangkau oleh masyarakat. “Kan patokannya dapat terjangkau oleh masyarakat. Kalau mau murah ya pesan lebih jauh harinya,” tutur Che Wei.

Che Wei menuturkan penjualan tiket maskapai berbiaya hemat dengan harag 50 persen dari TBA memang menjadi solusi jangka pendek. Sementara efisiensi dinilainya masih menjadi upaya untuk menekan biaya operasional yang pada akhirnya bisa membuat harga tiket lebih murah.

“Efisiensi penerbangan gimana kita memanage risiko nilai tukar maupun dari hal lainnya,” ujar Che Wei.

Kemenhub saat ini sudah memiliki dua kebijakan yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwa| Dalam Negeri dan Keputusan Menteri Perhubungan Rebuplik Indonesia Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Kedua aturan tersebut saat ini masih menjadi acuan yang dapat digunakan sebagai referensi penerapan formulasi harga tiket pesawat bagi industri penerbangan dalam negeri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement