REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI – Otoritas di Kashmir menyatakan bahwa mereka melonggarkan pembatasan pada Ahad (11/8), di sebagian besar kota utama Srinagar menjelang perayaan Idul Adha. Sebelumnya Perdana Menteri India, Narendra Modi, mencabut status otonomi negara bagian Jammu dan Kashmir pada Senin (5/8).
Pejabat pengadilan rendah Shahid Choudhary dalam sebuah tweet menyatakan, lebih dari 250 ATM telah berfungsi. Selain itu cabang-cabang bank dibuka bagi orang-orang untuk menarik uang menjelang Idul Adha pada Senin (12/8).
Tidak ada konfirmasi independen langsung dari laporan oleh pihak berwenang bahwa orang mengunjungi daerah perbelanjaan untuk pembelian pada perayaan. Sementara semua komunikasi, dan internet tetap terputus untuk hari ketujuh.
Pihak berwenang bertindak dengan hati-hati, karena takut akan reaksi balik dari warga yang terpaksa tinggal di dalam rumah dari Senin lalu.
Pemimpin partai oposisi utama India, Rahul Gandhi, pada Sabtu (10/8) mengatakan, ada laporan kekerasan di wilayah tersebut. Saat berbicara dengan para wartawan di New Delhi, Gandhi mengatakan ada banyak hal yang salah di sana, dan menyerukan pemerintah India untuk memperjelas apa yang sedang terjadi.
Pihak berwenang di Srinagar mengatakan telah terjadi pelemparan batu oleh pengunjuk rasa, akan tetapi tidak ada senjata yang ditembakkan oleh pasukan keamanan dalam enam hari terakhir. Gambar-gambar televisi menunjukkan pergerakan mobil dan orang-orang di beberapa bagian Kashmir.
All India Radio yang dikelola pemerintah mengutip birokrat wilayah itu, Sekretaris Utama BVR, Subrahmanyam, mengatakan orang-orang keluar dari rumah mereka untuk berbelanja untuk perayaan.
Menteri Dalam Neger India, G Kishan Reddy, mengatakan dia berharap situasi di Kashmir menjadi sepenuhnya damai dalam 10-15 hari. Reddy mengatakan, fasilitas komunikasi akan dipulihkan secara bertahap.
"Kami hanya mengambil tindakan pencegahan dengan pandangan bahwa insiden kecil tidak boleh terjadi ketika keputusan besar telah dibuat," kata Reddy yang dikutip dari kantor berita Press Trust of India.
Pada Kamis (8/8), Modi meyakinkan orang-orang Jammu dan Kashmir bahwa keadaan normal akan kembali secara bertahap. Selain itu, pemerintah memastikan bahwa pembatasan saat ini tidak mempengaruhi perayaan Idul Adha.
New Delhi mengirim puluhan ribu tentara tambahan ke salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia untuk mencegah kerusuhan dan protes. Ini dilakukan setelah Modi mengumumkan pencabutan status konstitusi khusus Kashmir. Modi mengatakan, langkah itu diperlukan untuk membebaskan wilayah dari terorisme dan separatisme.
Pada Sabtu, Pakistan mengatakan bahwa dengan dukungan China, mereka akan mengambil tindakan sepihak India di Kashmir dengan Dewan Keamanan PBB. Selain itu akan mendekati Komisi Hak Asasi Manusia PBB atas apa yang disebut sebagai genosida orang-orang Kashmir.
Kashmir diklaim secara keseluruhan oleh India dan Pakistan. Sementara pemberontak telah berjuang melawan pemerintahan New Delhi selama beberapa dekade di wilayah yang dikuasai India, dan sebagian besar penduduk Kashmir menginginkan kemerdekaan atau merger dengan Pakistan.
"Ketika perubahan demografis dilakukan melalui kekerasan, itu disebut genosida, dan Anda sedang bergerak menuju genosida," kata Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mahmood Qureshi, kepada wartawan di Islamabad setelah kembali dari Beijing.
India bergerak untuk menghapus ketentuan konstitusional, maka orang India dari negara lain sekarang dapat membeli real estate dan melamar pekerjaan pemerintah di sana. Sebagian khawatir hal ini dapat menyebabkan perubahan demografis, dan budaya di wilayah mayoritas Muslim.
Qureshi mengatakan, sementara Pakistan tidak berencana untuk mengambil tindakan militer apa pun, negara itu siap untuk melawan setiap potensi agresi oleh India.
Sebuah partai politik regional dari Kashmir mengajukan petisi kepada Mahkamah Agung untuk menjatuhkan langkah pemerintah guna membatalkan status khusus wilayah tersebut, dan membagi negara menjadi dua wilayah federal. Seorang aktivis partai oposisi Kongres telah mengajukan petisi yang menentang blokade komunikasi, dan penahanan para pemimpin Kashmir.