REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR – Penduduk Kashmir merayakan Hari Raya Idul Adha dengan penuh keprihatinan. Antrean panjang tampak mengular di sejumlah anjungan tunai mandiri (ATM) dan toko-toko makanan.
Pemerintah India melonggarkan jam malam untuk memberikan kesempatan kepada umat Muslim mempersiapkan Idul Adha. Tapi, jaringan komunikasi, termasuk telepon rumah dan internet tetap dimatikan, sehingga warga Kashmir tidak dapat berkomunikasi dengan sanak saudara ketika Idul Adha.
Seorang pejabat tinggi administrasi Baseer Khan mengatakan, komoditas penting, termasuk makanan, biji-bijian, dan daging akan dikirim ke berbagai wilayah pada Ahad (11/8). Sementara itu, sejumlah besar pasukan tetap berada di jalan-jalan dan memperketat keamanan.
Beberapa hari lalu, sekitar 8.000 warga Kashmir melakukan aksi protes setelah shalat Jumat. Sejumlah warga dilaporkan mengalami luka-luka ketika polisi menembakkan gas air mata dan senapan angin.
Untuk saat ini, warga Kashmir memiliki persediaan makanan dan kebutuhan pokok lainnya yang mencukupi. Pada Kamis (8/8) Perdana Menteri India Narendra Modi dalam pidatonya mengatakan, orang-orang Kashmir dapat merayakan Idul Adha tanpa masalah.
Namun, warga Kashmir menyatakan, mereka tidak leluasa merayakan Idul Adha karena semua orang diawasi dengan ketat. Kawat-kawat berduri juga tampak menghiasi sejumlah jalan.
"Mesin-mesin ATM kehabisan uang tunai, jadi ada antrean di setiap mesin di mana mungkin tersedia uang. Orang-orang juga membutuhkan makanan untuk Idul Adha," ujar seorang warga Kashmir yang tidak menyebutkan namanya.
Pemerintah Pakistan akan membawa permasalahan pencabutan status istimewa Jammu dan Kashmir oleh India ke Dewan Keamanan PBB. Islamabad mengaku memperoleh dukungan dari Cina.
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi mengaku khawatir dengan meningkatnya ketegangan yang terjadi di Kashmir. Wang mengatakan, Beijing menawarkan dukungannya kepada Islamabad.
Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim. Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua, dua pertiga di antaranya dikuasai India, sementara sisanya milik Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC). Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971.
Pakistan Hentikan Hubungan Dagang
Pakistan secara resmi telah menangguhkan hubungan perdagangan dengan India. Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan dan Tekstil Pakistan menyatakan, perdagangan bilateral dengan India segera dihentikan. Keputusan ini diambil setelah India mencabut status istimewa Kashmir.
"Pemerintah Federal telah senang untuk menangguhkan perdagangan bilateral dengan India dengan segera dan sampai batas waktu yang tidak ditentukan," ujar Departemen Perdagangan dan Tekstil dalam sebuah pernyataan, dilansir Anadolu Agency, Ahad (11/8).
Departemen Perdagangan dan Tekstil menyatakan akan mengubah urutan kebijakan impor negara 2016 dan menambahkan India dalam daftar impor barang yang dilarang. Selain itu, Pakistan juga menghentikan semua jenis ekspor ke India. Sebelumnya, larangan ini hanya terbatas pada Israel, di mana Pakistan tidak memiliki hubungan diplomatik dan hubungan dagang.
Pernyataan itu dikeluarkan setelah pertemuan kabinet federal yang dipimpin oleh Perdana Menteri Imran Khan pada Jumat (9/9). Pertemuan tersebut mengesahkan keputusan yang diambil oleh Komite Keamanan Nasional (NSC), yakni sebuah badan kepemimpinan sipil dan militer di negara itu.
Perdana Menteri Khan membentuk komite tingkat tinggi tentang Kashmir yang akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Shah Mahmood Qureshi. Komite ini bertugas meninjau perjanjian bilateral dengan India dan menghasilkan rekomendasi tentang bagaimana menangani masalah Kashmir di tingkat internasional.
Presiden Azad Kashmir Sardar Masood Khan, Gubernur Gilgit-Baltistan Raja Jalal Hussain, Menteri Federal untuk Hukum Farogh Naseem, Ketua Senator Jamaah-e-Islami Sirajul Haq, Jaksa Agung Anwar Mansoor Khan, direktur jenderal Inter Services Intelligence (ISI), direktur jenderal Intelijen Militer (MI) dan, direktur jenderal Hubungan Masyarakat Layanan Inter (ISPR) termasuk dalam komite tersebut.
Ketegangan antara Islamabad dan New Delhi makin meningkat setelah India mencabut status khusus Jammu dan Kashmir. Para pemimpin dan warga Kashmir khawatir langkah ini adalah upaya pemerintah India untuk mengubah demografi negara mayoritas Muslim.
Utamakan dialog
Duta Besar Republik Indonesia untuk India Sidharto Suryodipuro meminta India dan Pakistan mengedepankan dialog dan negosiasi terkait persoalan yang terjadi di Jammu dan Kashmir. Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia turut prihatin atas ketegangan yang terjadi wilayah tersebut.
"Konflik terbuka tidak akan membawa keuntungan," kata Sidharto kepada media di KBRI New Delhi, India, pada Ahad (11/8).
Sidharto mengatakan, KBRI juga terus memantau dari dekat perkembangan yang terjadi di Jammu dan Kashmir. Sebelumnya, diberitakan, penduduk Kashmir merayakan Idul Adha dengan keprihatinan. Antrean panjang tampak mengular di sejumlah anjungan tunai mandiri (ATM) dan toko-toko makanan.
Aljazirah melaporkan, pembatasan jam malam di wilayah Srinagar dan sebagian besar wilayah Jammu telah dikurangi sehingga warga setempat dapat berbelanja membeli kebutuhan untuk Idul Adha. Adapun stasiun pengisian bahan bakar masih ditutup dan apotek kehabisan stok pasokan medis penting, seperti insulin.
(ed: setyanavidita livikacansera)