REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan peran empat tersangka baru dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). Empat tersangka baru itu, yakni anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), Dirut Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE).
Selanjutnya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el atau PNS Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS).
"Tersangka MSH pada Mei 2011, setelah RDP antara Komisi II DPR RI dan Kemendagri dilakukan, MSH meminta 100.000 dolar AS kepada Irman (mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri) untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Permintaan itu, lanjut Saut, disanggupi dan penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan Miriam. "Tersangka MSH juga meminta uang dengan kode 'uang jajan' kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani KTP-el. Permintaan uang tersebut ia atasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses," ujar Saut.
Sepanjang 2011-2012, Miriam diduga juga menerima beberapa kali dari Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto. "Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya 1,2 juta dolar AS terkait proyek KTP-el ini," ujar Saut.
Kedua, KPK menjelaskan peran dari tersangka Isnu Edhi Wijaya. "Pada Februari 2011, setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang KTP-el, Andi Agustinus (pengusaha) dan tersangka ISE menemui Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek KTP-el," katanya pula.
Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI. "Kemudian tersangka ISE, tersangka PLS, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI," kata Saut lagi.
Tersangka Isnu juga sempat menemui tersangka Husnu Fahmi untuk konsultasi masalah teknologi karena BPPT sebelumnya melakukan uji petik KTP-el pada 2009. "Tersangka ISE bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun," kata Saut lagi.
Ketiga, terkait peran tersangka Husni Fahmi. Saut menjelaskan sebelum proyek KTP-el dimulai pada 2011, tersangka Husni diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor.
Padahal, Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang. "Pada Mei-Juni 2010, HSF ikut dalam pertemuan di Hotel Sultan bersama Irman, Sugiharto, Andi Agustinus. Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek KTP-el yang anggaran dan tempatnya akan disediakan oleh Andi Agustinus," kata Saut lagi.
Terakhir, KPK menjelaskan peran tersangka Paulus Tannos. Sebelum proyek KTP-el dimulai pada 2011, kata Saut, tersangka Paulus diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor dan tersangka Husni dan Isnu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Tersangka Paulus juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan tersangka Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban "fee" yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.
"Sebagaimana telah muncul dalam fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP-el ini," kata Saut pula.