REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Pondok Pesantren Al Kautsar Kuningan, Jawa Barat, memang baru berdiri sekitar 23 tahun. Tetapi perkembangannya begitu pesat, bahkan saat ini pesantren Al Kautsar merupakan pesantren salaf yang memiliki santri paling banyak se-Kabupaten Kuningan.
Saat ini pesantren yang terletak di Cantilan Kebon Balong, Desa Cilimus, Kecamatan Cilimus itu memiliki total 891 santri, terdiri dari 480 santri putra dan 411 santri putri.
Dengan banyaknya jumlah santri, Ponpes Al Kautsar pun mempunyai metode mengaji tersendiri sekaligus menjadi ciri khas dari pesantren yang dipimpin KH Muhammad Nashihin Amin itu.
Yakni dengan metode melafalkan kitab berulang-ulang. Usai shalat Shubuh, seluruh santri mendengarkan bacaan dan penjelasan tiap bab pada kitab-kitab yang dibahas.
Setelahnya, seluruh santri dibimbing bersama-sama untuk melafalkan setiap kalimat dari kitab yang dibahas secara berulang-ulang. Menariknya lagi, dalam mengulang pelajaran para santri Ponpes Al Kautsar menggunakan pemaknaan kitab kuning dengan dua bahasa sekaligus yakni bahasa Jawa dan Sunda.
Melafalkan kitab yang dibahas secara berulang-ulang itu tak hanya dilakukan pada pagi hari. Pelajaran yang sama akan kembali diulang dengan metode yang sama pada siang dan malam hari.
“Sehari itu bisa berpuluh-puluh kali baca kitab bab-nya itu terus, sampai nempel. Jadi kalau ada yang salah sedikit pun nantinya tahu. Meski ada pelajaran baru lagi, tapi tetap yang lama di ulang-ulang,” kata Ustaz Muhammad Kholid pengurus santri Ponpes Al Kautsar saat berbincang dengan Republika,co.id pada Selasa (13/8).
Menurut Kholid, metode mengulang itu tak hanya berlaku pada kitab-kitab gramatikal Arab seperti Jurumiyah, Imrithi, atau Alfiyah. Melainkan juga pada seluruh kitab baik fikih, hadis, tauhid dan lainnya. Dengan metode melafalkan kitab berulang kali itu menurut Kholid, santri perlahan-lahan akan hafal dengan sendirinya.
Menurut pengasuh sekaligus putra pimpinan Pesantren Al Kautsar, Ustaz Ahmad Fauzan, metode melafalkan secara berulang-ulang sangat efektif terutama bagi santri-santri baru. Menurutnya dengan metode seperti itu, santri-santri baru lebih semangat memperdalam kitab kuning.
“Awalnya memang Sorogan, lalu semakin banyak santri untuk satu-satu Sorogan itu membutuhkan waktu, akhirnya setelah metode bandongan itu santri mengulang yang dibahas bersama-sama,” kata Ustaz Ahmad Fauzan.
Ratusan santri Pesantren Al Kautsar Kuningan tengah mengikuti taklim rutin. Republika/ Andrian Saputra
Dengan metode melafalkan dengan berulang-ulang kali menurut Ustaz Ahmad Fauzan, santri lebih cepat dalam memahami penjelasan dari kitab yang dibahas. Metode melafalkan berulang-ulang itu pun tak hanya berlaku bagi santri baru, namun juga bagi santri yang sudah bertahun-tahun mengaji di pesantren itu. Meski demikian, pesantren tetap membagi santri sesuai kelasnya masing-masing.
“Terlebih di awal itu memang tak difokuskan memahami kitab, jadi lebih mengenal saja dulu. Membaca, menghafal berulang-ulang bersama-sama. Nanti sudah dua tahun diperdalam. Karena kalau sendiri-sendiri itu anak yang baru belum apa-apa sudah takut minder duluan,” katanya.
Pesantren Al Kautsar juga menerapkan sistem pembelajaran musyawarah di mana santri yang telah dibagi berdasarkan kelasnya bersama-sama mengupas sebuah permasalahan dalam kitab secara bersama.
Pesantren Al Kautsar juga mempunyai berbagai kegiatan tambahan di luar mengaji kitab-kitab. Di antaranya pencak silat, hadrah, pidato, hingga tata boga bagi santri putri.
Pesantren ini juga menyelenggarakan sekolah kejar paket B dan C sehingga santri juga bisa memperoleh ijazah setara sekolah menengah dan sekolah atas.
Kedepannya, menurut Ahmad Fauzan, pesantren juga akan membuka paket A untuk memfasilitasi santri-santri yang tak lulus sekolah dasar. Pesantren Al Kautsar didirikan pada 1996 oleh KH Syarifuddin dari pesantren Raudhatul Thalibin Lengkong, Kuningan. Pesantren Al Kautsar kemudian diamanatkan kepada menantunya yakni KH Muhammad Nashihin Amin.