Rabu 14 Aug 2019 04:45 WIB

Kemenkeu Dorong Spending Better di Kementerian dan Lembaga

Belanja kementerian dan lembaga belum optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Anggaran belanja kementerian/lembaga. ilustrasi
Anggaran belanja kementerian/lembaga. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adrianto menuturkan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan efektivitas belanja kementerian/lembaga. Di antaranya menekankan kebijakan spending better ke berbagai kementerian/lembaga.

Adrianto menyebutkan, penggunaan anggaran yang tepat sasaran masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Hal ini mengingat banyaknya kementerian/lembaga yang terlibat dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

Baca Juga

"Kemenkeu juga sudah melihat hal ini," tuturnya ketika dihubungi Republika, Selasa (13/8).

Oleh karena itu, Adrianto menambahkan, Kemenkeu memberikan kewenangan penggunaan anggaran secara efektif dan efisien kepada tiap kementerian/lembaga. Ia berharap, belanja tersebut dapat dilakukan dengan terarah dan tajam, sehingga dapat terlihat manfaatnya. Termasuk juga di sini adalah penghematan belanja.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, ada beberapa hal yang menyebabkan belanja kementerian/lembaga belum optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Di antaranya realisasi belanja modal yang kerap melenceng dari target selama dua tahun terakhir.

Dibandingkan belanja rutin seperti belanja pegawai, pertumbuhan belanja modal relatif kecil. Contoh terbaru, pada Desember 2018, pertumbuhan belanja modal bahkan menurun hingga 11,4 persen.

Di sisi lain, belanja pegawai memiliki laju pertumbuhan hingga 10 persen. "Padahal, belanja modal dapat memberikan dampak pengganda yang lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi," ujar Yusuf.

Yusuf menilai, permasalahan eksekusi menjadi penghambat dalam implementasi belanja modal. Keterlambatan eksekusi ini termasuk disebabkan pembebasan lahan untuk belanja modal infrastruktur. Secara perencanaan, pemerintah juga lebih banyak mengeksekusi kepada belanja modal yang memberikan efek ke ekonomi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Selain isu belanja modal, belanja bantuan sosial (bansos) juga menjadi penyebab belanja kementerian/ lembaga yang kurang optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sumber permasalahannya terletak pada ketidaksesuaian data.

Yusuf menyebutkan, studi menunjukkan bahwa beberapa kelompok masyarakat terendah justru tidak mendapatkan bansos. Selain itu, beberapa kelompok masyarakat menerima bahkan lebih dari satu bansos.

Padahal, bansos ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat bawah yang bermuara pada menjaga konsumsi pada pertumbuhan ekonomi. "Untuk bansos sendiri data terpadu menjadi penting terus untuk diperbaiki sehingga penerima bansos bisa lebih tepat sasaran," ucapnya.

Sebelumnya, kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memperlihatkan bahwa realisasi andil kenaikan belanja negara pada terhadap pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan ekspektasi.

Dalam kurun waktu 2016 hingga 2017, belanja kementerian/lembaga mengalami kenaikan 11 persen. Berdasarkan kajian Bappenas, kenaikan tersebut seharusnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 0,66 persen pada periode 2017-2018. Tapi, realisasinya, andil kenaikan belanja kementerian/lembaga hanya 0,24 persen.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan, kondisi tersebut menunjukkan bahwa belanja pemerintah pusat belum optimal dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Penyebabnya, pengalokasian anggaran sendiri yang belum tepat sasaran.

"Atau, belum memberikan dampak maksimal," tuturnya ketika ditemui usai seminar nasional di kantornya, Jakarta, Senin (12/8).

Bambang menuturkan, untuk memberikan dampak maksimal, maka sasaran suatu program harus jelas dan tepat sasaran. Selain itu, kementerian/lembaga jangan terjebak pada dana rutin yang tidak akan memberikan dampak ekonomi besar. Misal, sekadar meningkatkan belanja pegawai atau belanja barang yang tidak perlu.

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement