REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Algazir. Begitulah dunia Barat mengenal dokter Muslim legendaris dari Afrika Utara ini. Sejatinya, ia bernama lengkap Abu Ja'far Ahmad ibnu Ibrahim ibnu Abi Khalid Ibnu al-Jazzar al-Qairawani atau akrab disapa Al-Jazzar. Ia adalah dokter berpengaruh dan sangat populer di abad ke-10 M.
Al-Jazzar adalah dokter kelahiran Qairawan (sekarang Tunisia) pada 898 M. Ia begitu terkenal berkat sederet karya yang ditulisnya mengenai pengobatan Islam. Dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa Ibnu al-Jazzar berasal dari keluarga yang juga berkecimpung di bidang kedokteran.
Ibnu Juljul dalam karyanya Tabaqat al-atibba' dan Ibnu Abi Usaybi'a dalam karyanya 'Uyun al-anba' mengungkapkan keluarga al-Jazzar berkiprah dalam bidang pengobatan. Tak heran, jika sejak kecil al-Jazzar juga sudah tertarik pada bidang medis.
Jacquart-Micheau dalam karyanya La medecine arahe mengungkapkan bahwa al-Jazzar merupakan murid seorang filsuf dan dokter Yahudi terkenal bernama Ishaq bin Sulayman al-Isra'ili (243H/855M- 343H/955M). Dari al-Isra'illi inilah al-Jazzar menimba ilmu kedokteran.
Sang guru juga sangat dikenal di dunia kedokteran Barat. Karya-karya al-Isea'illi telah diterjemahkan dalam bahasa Latin lewat karyanya bertajuk al-Hummayat (tentang Demam) and al-Bawl (tentang Urine).
Ibnu al-Jazzar memulai praktiknya sebagai dokter di tanah kelahirannya Qairawan. Dengan penuh ketekunan dan ketelatenan, ia mengobati penduduk asli di wilayah tersebut. Dia melewati kehidupan yang keras. Selama masa hidupnya, dia mengabdikan dirinya untuk mempelajari dan mempraktikan ilmu pengobatan atau kedokteran.
Setiap musim panas, ia melakukan perjalanan menjelajahi al-Munastir, di pesisir pantai Mediterrania. Selama hidupnya, ia dikenal sebagai seorang dokter yang memiliki sifat yang baik. Meski profesinya sebagai seorang dokter begitu terhormat dan terpandang, namun dia tak silau dengan posisi dan jabatan yang menjanjikan.
Berbeda dengan dokter lainnya yang berlomba mencari posisi sebagai dokter istana, ia justru lebih memilih melayani masyarakat biasa. Al-Jazzar sangat menyadari posisinya sebagai dokter, dia melakukan pengobatan dengan profesional. Dia melakukan praktik medis dengan menerima dan memeriksa pasiennnnya selama jam konsultasi, khususnya analisis masalah urin pasien.
Hebatnya. Ia melayani pasiennya dengan penuh pengabdian. Setelah melakukan pemeriksaan, al-Jazzar memberikan obat-obatan yang diperlukan bagi pasiennya secara gratis. Sikap mulia ini yang membuat al-Jazzar selalu dikenang. Sayangnya, jejak kehidupan al-Jazzar tak terekam sejarah dengan baik.
Tak ada catatan yang pasti mengenai tahuk kelahiran dan wafatnya sang dokter agung dari benua Afrika Utara itu. "Banyak kebingungan masalah tahun kelahirannya (Ibnu al-Jazzar)," ujar Hajji Khalifah dalam karyanya bertajuk Kashf al-Zunun II.
Hajji menuturkan, ada tiga versi mengenai tahun yang sempat disebut-sebut sebagai tahun wafatnya Ibnu Al-Jazzar ini. Pertama, sebelum tahun 400H/1010M, kedua tahun 400 H/1010 M, dan ketiga setelah tahun ini. Sementara itu, Brockelmann (GI, 238), menyebutkan, al-Jazzar tutup usia pada tahun 395H/1004 M. Ilmuwan lainnya, seperti Idris mengadopsi pendapat Brockelmann soal tahun wafatnya al-Jazzar.
Sedangkan Ibnu Juljul, merujuk pada karyanya bertajuk Tabaqat al-atibba menyebutkan Ibnu Al-Jazzar meninggal pada 987 M. Sementara, Ibnu 'Idhari dalam karyanya al-Bayan al-Mughrib I, wafatnya Ibnu Al-Jazzar sekitar tahun 369 H/979M-980M. Namun, baru-baru ini ada bukti yang menunjukkan bahwa ia meninggal di kota kelahirannya di Qayrawan, sektar tahun 979-980 M (369 H).