REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sistem kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) diwacanakan dibuat fleksibel di mana bisa bekerja dari rumah, mencontoh perusahaan rintisan. Hal itulah yang dijadikan wacana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) agar ASN dapat bekerja di luar kantor.
Namun, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menolak wacana tersebut diterapkan. "Kami meminta agar wacana itu ditinjau kembali. Harus dikaji terlebih dahulu penerapannya seperti apa, efektivitasnya seperti apa," ujar Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna, di Balai Kota Depok, Jumat (16/8).
Pradi menilai akan sangat prematur jika diberlakukan tanpa adanya kajian secara total. "Untuk diterapkan di Kota Depok sangat tidak efektif karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan resiko tugas. Sangat kurang, mohon maaf kalau saya salah bisa dicek, Bekasi yang populasi penduduknya sedikit banyak dari kita ada sekitar 12 ribuan ASN, sementara kita hanya tujuh ribu kurang," kata Pradi.
Menurut Pradi, jumlah ASN di Kota Depok masih jauh dari kata ideal. "Depok masih sangat belum ideal ya. Setiap tahun pun ada pengurangan. Ada sekiranya 150 ASN yang purna atau pensiun setiap tahun. Ya idealnya paling tidak 10 ribuan ASN," kata dia.
Permasalahan ASN yang kerap terjadi yakni persoalan kedisiplinan. Masih banyak ditemukan ASN di lingkungan Pemkot Depok yang melakukan pelanggaran di saat jam kerja.
Intinya, lanjut Pradi, harus dikaji terlebih dulu kalau ASN bekerja di rumah, menyangkut komitmen juga dan tugas-tugasnya. "Namanya korupsi bukan hanya materi, bisa juga jadi korupsi waktu. Kebetulan saya di internal ini tugasnya memang dalam rangka pengawasan melekat pada birokrat dan melakukan evaluasi-evaluasi," Pradi menegaskan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Hardiono mengaku belum mengetahui secara detail wacana ASN kerja di rumah yang digagas oleh MenpanRB. "Jika wacana itu diberlakukan akan sangat tidak efektif. Apalagi jumlah ASN Pemkot Depok itu masih kurang banyak. Kalau kerja di rumah riskanlah, dokumen entar pada ilang. Enggak efektif," jelas dia.
Hardiono menegaskan, jika kebijakan itu diberlakukan pada tahap provinsi, maka hal tersebut tidak berlaku secara otomatis di Kota Depok.