REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bahrus Surur-Iyunk
Dalam buku Sejarah Madinah karya Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani diceritakan, di sebelah utara Masjid Nabawi Madinah, kurang lebih 600 meter, terdapat sebuah masjid yang dahulu bernama Masjid Bani Mu'awiyah. Namun, mengingat Rasulullah pernah berdoa di dalamnya dan diijabahi oleh Allah, maka masjid tersebut diubah namanya menjadi Masjid Ijabah.
Imam Muslim meriwayatkan dari Amir bin Saad, bahwa dalam sebuah perjalanan dari gunung dan ketika melewati masjid perkampungan Bani Mu'awiyah, Rasulullah masuk ke dalam masjid dan shalat dua rakaat.
Setelah shalat dua rakaat, Nabi SAW berdoa cukup panjang, lalu beliau menghadap kepada para sahabatnya sambil berkata, "Saya telah memohon kepada Tuhanku akan tiga hal. Ia mengabulkan yang dua hal dan menolak yang satu. Aku memohon kepada Tuhanku agar tidak membinasakan umatku dengan kekeringan dan kelaparan, Dia pun mengabulkannya. Dan aku memohon agar tidak membinasakan umatku dengan menenggelamkannya, Dia pun mengabulkannya. Dan aku memohon agar tidak ada fitnah dan perbedaan di antara umatku, (tetapi) Dia tidak mengabulkannya." (Shahih Muslim, 52:2890)
Hadis ini memberi gambaran bahwa perbedaan di antara umat Islam tidak mungkin bisa dihindari. Perbedaan adalah sesuatu yang alamiah (sunnatullah) yang terjadi di kalangan internal umat Islam. Sumber ajaran memang sama, yaitu Alquran dan sunah Nabi. Namun, dalam pemahaman dan pelaksanaannya mengalami perbedaan sesuai dengan kondisi sosial, ruang, dan waktu masing-masing orang.
Hanya saja, perbedaan dalam Islam sangat dimungkinkan dalam hal-hal furuiyah, terutama fiqhiyyah. Namun, masalah keimanan tidak mungkin diotak-atik. Atau, tidak mungkin seseorang menghilangkan salah satu rukun dari enam rukun iman atau lima rukun Islam. Tidak mungkin ada nabi baru sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW.
Jika dalam satu agama seperti Islam saja sudah muncul banyak perbedaan, tidak dibayangkan bagaimana perbedaan antara satu agama dengan agama yang lain, antara satu ras dengan ras lainnya, antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan seterusnya. Hal ini menandakan betapa perbedaan itu adalah sesuatu yang sangat alamiah terjadi pada umat manusia. Perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan manusia.
Islam mengajarkan bahwa, "Dan kalau saja Allah menghendaki, niscaya Dia akan menjadikan kalian satu umat (saja)..." (QS an-Nahl: 93). Perbedaan ini pula yang menjadi salah satu tanda-tanda keagungan-Nya, sebagaimana firman Allah dalam QSar-Rum:22, "Berlain-lainan bahasa dan warna kulit kalian."
Ibarat dalam sebuah taman dengan warna-warni bunga yang indah, perbedaan juga menyiratkan sebuah keindahan. Tampak membosankan dan tidak terasa indah jika bunga di taman itu hanya ada satu macam saja. Mungkin ini pula maksud Tuhan menciptakan perbedaan di antara manusia agar bisa saling belajar, mengambil hikmah, melahirkan rahmat (optimisme), dan saling mengenal satu sama lain (lita'arafu, kata Alquran dalam surah al-Hujurat).
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seseorang pun untuk menumbuhkan kebencian, sikap menang sendiri dan benar sendiri, dan memusuhi orang lain hanya karena orang lain berbeda. Dan, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa. Orang bertakwa itu memiliki spiritualitas dan tingkat keberagamaan yang matang sekaligus memahami sisi kemanusiaan dalam beriteraksi sesama manusia. Wallahu a'lam bisshawab.