REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pengemis yang manipulatif harus dilakukan pendekatan hukum agar ada efek jera. Pengemis seperti ini menjadikan mengemis sebagai profesi demi menarik simpati orang lain.
"Mengemis dewasa ini seolah menjadi kegiatan ekonomi yang instan dan menggiurkan, jadi profesi tidak resmi," kata Agus pada Workshop Nasional Penanganan Gepeng dalam Implementasi Permensos Nommor 9 Tahun 2018 di Jakarta, Kamis (22/8).
Agus mengatakan tidak jarang saat terjaring razia atau penertiban, justru mereka punya aset dan kekayaan yang tidak sedikit, bahkan kadang melampaui kelas menengah atas. "Ini dikategorikan pengemis manipulatif karena mereka nyatanya melakukan manipulasi demi menarik empati dan belas kasih orang lain," katanya.
Hal yang juga menarik, menurut Agus, praktik mengemis juga bisa bersifat kolektif. Mereka tergabung dalam suatu sindikat terkoordinasi dan terorganisasi. Mereka mengenal wilayah operasi dan modus seperti menyewa anak. Selain itu, ada penggunaan obat terlarang untuk mengkoordinasi mereka.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita.
"Kasus seperti ini tentu di luar rehabilitasi, juga diperlukan penegakan hukum untuk memberikan efek jera terhadap pelaku. Yang terpenting memangkas jaringan yang menjadikan manusia sebagai komoditas," kata Agus.
Menurut Agus, pengemis yang tergolong dalam kategori tersebut bukan karena dorongan faktor ekonomi tapi karena faktor mentalitas. Banyak faktor lain yang melatarbelakangi menjadi gepeng (gelandangan dan pengemis). Karena itu sifatnya sistemik maka penanganan menuntut kolaborasi antarlembaga, pemerintah, lembaga kesejahteraan sosial dan peran serta masyarakat.
Pembinaan gepeng di daerah perkotaan harus sejalan dengan kegiatan pemberdayaan di pedesaan agar mereka tidak terdorong lagi untuk datang ke kota. Dia menambahkan, Kemensos selama ini telah mengembangkan program intervensi antara lain Program Desaku Menanti untuk menumbuhkan kemandirian dan juga pemberian bantuan Usaha Ekonomi Produktif.