REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa baru saja meresmikan One Pesantren One Product (OPOP) Training Center yang ditempatkan di Universitas NU Surabaya (Unusa). Khofifah menjelaskan, OPOP Training Center ini menjadi tempat research and development (RnD) produk unggulan pondok pesantren Jawa Timur untuk bisa dikembangkan kualitasnya dan juga dibangun jejaring pemasarannya agar bisa masuk ke skala pasar yang lebih luas.
Khofifah mengaku, saat ini sudah ada 30 pesantren yang produknya siap diberi pendampingan untuk menjadi pilot project pelaksanaan program OPOP. Khofifah menjelaskan tiga pilar OPOP yang digagas Pemprov Jatim.
Pertama, menyasar santripreneur untuk menciptakan wirausaha baru di kalangan siswa Aliyah, SMA, SMK, mahasiswa dan santri lainnya yang ada di lingkungan pesantren.
Kedua, lanjut Khofifah, adalah pesantrenpreneur yang merupakan peningkatan kualitas dan pemasaran produk melalui penguatan koperasi pesantren. Kemudian yang ketiga, adalah sociopreneur yang tak lain upaya menumbuhkan wirausaha baru dari kalangan alumni pesantren yang melibatkan masyarakat sekitar pesantren
"Saya melihat potensi pesantren luar biasa. Ada 6 ribu lebih pesantren di Jatim. Sidogiri bahkan sudah menunjukkannya dengan membangun jejaring lewat retail dan perbankan syariahnya," kata Khofifah di Surabaya, Jumat (23/8).
Di pesantren lain, kata Khofifah, sebenarnya sudah mempunyai produk, khusus komoditas pertanian dan handicraft. Bahkan beberapa pesantren telah mengembangkan animasi, film, serta digital IT lainnya. Namun, kata Khofifah, para pesantren tersebut masih butuh pendampingan.
"Yakni bagaimana quality control yang baik, quantity yang mencukupi dan continuity yang bisa terjaga. Sehingga ketika ada permintaan dalam jumlah besar mereka siap," ujar Khofifah.
Mantan Menteri Sosial ini berpendapat, produk antar pesantren yang memiliki kemiripan jika digabungkan, akan mampu memenuhi pasar. Bahkan, kata dia, berpotensi masuk ke wilayah market place yang ada, seperti Bukalapak maupun Alibaba. Tentunya jika kualitas dan kuantitas produknya bisa memenuhi standar.
"Cuma banyak mereka yang tidak mendapatkan pendampingan yang komprehensif. Mulai desain produknya, kualitas produknya, jejaring marketnya. Inilah pentingnya OPOP," kata Khofifah.
Maka dari itu, kata Khofifah, untuk mengembangkan produk pesantren ini butuh adanya RnD. Sebab, dikatakan Khofifah, produk yang dilahirkan, dikatakan belum bisa berbicara banyak dan mampu berdaya saing tanpa adanya RnD. OPOP Training Center, kata dia, memang harus dibuat di perguruan tinggi.
"Kalau di perguruan tinggi maka kita bisa memberikan pelatihan, pendampingan sampai membangunkan jejaring agar bisa dipasarkan ke skala yang lebih luas ," kata Khofifah.
Koordinator untuk OPOP Training Center M Nuh mengatakan, saat ini sudah ditunjuk 30 pesantren dari seluruh wilayah Jawa Timur untuk didampingi di OPOP Training Center. Mereka adalah pesantren yang para santrinya sudah memiliki embrio produk. Mulai produk bidang fashion, makanan, bahan olahan, serta software dan start up.
"Kita akan petakan berdasarkan produknya. Mereka akan dikelompokkan berdasarkan kecocokannya dan diberi pelatihan dan pendampingan. Karena kan teknik pengembangannya nggak bisa dipukul rata," ucap M. Nuh yang juga mantan Menteri Pendidikan ini.
Lebih lanjut, kata M. Nuh, OPOP Training Center juga sudah menyiapkan captive market yang potensial untuk melemparkan produk produk unggulan output dari OPOP. Mereka tersebar di jaringan market perusahaan ternama di Indonesia.
"Yang dikembangkan di sini nanti bukan hanya produk yang tangible atau tampak wujudnya saja lho. Tapi produk produk yang non tangible juga kita kembangkan. Seperti sotfware dan lain-lain," ujar M. Nuh.