REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) Yenti Ganarsih mengaku tak masalah dengan tudingan dirinya dan delapan anggotanya tak netral dalam seleksi pimpinan lembaga antirasuah. Hal tersebut menanggapi tudingan dari masyarakat sipil yang menilai adanya keberpihakan Pansel dalam meloloskan 20 nama Capim KPK sampai tahap kini.
"Tidak apa-apa, sejak awal tidak masalah. Tanggapannya. Kalau dibilang sakit hati ya sakit hati. Siapa yang tidak, ya kan. Mereka menuduhkan kami tidak netral. Begitu saya katakan bahwa mereka antipolisi dan jaksa mereka mengatakan jangan dong, Yenti menduga seperti itu. Begitu saya mengatakan bagi saya sepertinya mereka membolak polisi dan jaksa, sementara undang-undang membolehkan. Mereka bilang jangan menduga. Ketika saya mengatakan seperti ini Jangan menuduh dong. Kalau ditanya perasaan ya tidak suka lah ya. Tapi ya sudah mau bilang apa," tutur Yenti di Gedung Kementerian Sekertariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).
Saat ini, lanjut Yenti, pihaknya akan fokus dan mengevaluasi jawaban para Capim KPK yang baru saja menjalani uji terbuka dan wawancara. Pansel Capim KPK akan menyaring 20 nama menjadi 10 nama yang nantinya akan diajukan ke Presiden Joko Widodo dan DPR RI.
Pada Selasa (27/8), ada tujuh orang kandidat yang mengikuti tes wawancara dan uji publik. Sedangkan 13 orang lainnya akan mengikuti tes secara bertahap pada Rabu (28/8) hingga Kamis (29/8).
Dalam uji publik ini Pansel dibantu oleh dua orang panelis yakni sosiolog Meutia Gani Rahman dan pakar hukum pidana Luhut Pangaribuan. Setiap Capim KPK akan diberikan waktu satu jam untuk menjawab pertanyaan pansel dan panelis.
Adapun, ketujuh kandidat itu yakni, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Wakabareskrim Polri Irjen Anton Novambar, Dosen Sespim Polri Brigjen Bambang Sri Herwanto, Karyawan BUMN Cahyo RE Wibowo, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli Bahuri, Auditor BPK I Nyoman Wara dan Penasihat Menteri Desa Jimmy Muhammad Rifai Gani.