Kamis 29 Aug 2019 11:57 WIB

BI Ingatkan Pentingnya Bauran Kebijakan Hadapi Digitalisasi

Bauran kebijakan dari bank sentral secara jelas adalah tentang suku bunga.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Indonesia sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers Sidang Pleno ISEI XX dan Seminar Nasional di Kuta, Bali, Rabu (28/8).
Foto: Humas BI
Gubernur Bank Indonesia sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers Sidang Pleno ISEI XX dan Seminar Nasional di Kuta, Bali, Rabu (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, kini tengah terjadi transisi era dari globalisasi ke digitalisasi. Untuk merespons kondisi ini setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian bank sentral dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. 

Pertama, Perry menjelaskan, pengambil kebijakan perlu menempuh bauran kebijakan atau policy mix. Kini, bank sentral dan pemerintah tidak lagi hanya dapat mengandalkan satu kebijakan, melainkan harus melakukan sinergi.

Baca Juga

"Koordinasi kebijakan dari berbagai aspek," ujarnya dalam konferensi pers Konferensi Internasional ke-13 Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) di Bali, Kamis (29/8). 

Perry mengatakan, bauran kebijakan dari bank sentral secara jelas adalah tentang suku bunga. Di sisi lain, juga menentukan kebijakan dalam menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamental dan pengelolaan likuiditas. 

Berbagai kebijakan tersebut baru berbicara dari sisi moneter, sehingga tidak akan cukup untuk merespons masa transisi saat ini. Perry menuturkan, bank sentral harus ikut mendorong sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial. Ada berbagai macam, seperti kebijakan uang muka, financing ratio dan sebagainya. 

Kemudian, Perry menambahkan, bauran kebijakan lain juga harus dilakukan antara BI dengan pemerintah. Misal, koordinasi kebijakan moneter dengan fiskal untuk stabilitas makro ekonomi juga koordinasi fiskal dan reformasi struktural. 

"Termasuk untuk mendorong manufaktur, pariwisata, agribisnis dan juga fishery (perikanan)," katanya. 

Tidak kalah penting, Perry menuturkan, adalah bauran kebijakan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjaga sistem keuangan. Ini dilakukan melalui koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)

Respons kedua, Perry mengatakan, perlunya penguatan sinergi atau koordinasi antar kebijakan untuk meningkatkan efektivitas kewenangan tiap pemangku kepentingan. Hal ini dilakukan tanpa mengurangi tanggung jawab masing-masing pihak. 

Setiap otoritas, memiliki kewenangan independensi dan sasaran yang ingin dicapai. Perry memberikan contoh, Kemenkeu melalui pengelolaan instrumen kebijakan fiskal untuk menjaga defisit dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, BI berwenang melakukan bauran kebijakan makroprudensial untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan rupiah. 

Di sisi lain, Perry mengatakan, perlu juga meningkatkan komunikasi dan transparansi agar kebijakan dapat dipahami oleh pelaku. Baik oleh dunia usaha maupun perbankan.

"Komunikasi itu salah satu instrumen kebijakan," tuturnya. 

Respons ketiga, memanfaatkan kebangkitan era digitalisasi untuk mendorong ekonomi Indonesia dan menjaga stabilitas ekonomi. Perry mengatakan, upaya ini termasuk dalam visi sistem pembayaran Indonesia 2025. Intinya adalah, mengintegrasikan ekonomi digital dengan sektor keuangan, sehingga fungsi bank sentral dalam kebijakan moneter tetap dapat berlangsung di era digitalisasi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement