REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib menyebutkan pengibaran bendera bintang kejora di depan Istana oleh puluhan aktivis OPM beberapa hari lalu bisa jadi sebagai pancingan agar konflik meluas. Harapannya mungkin kalau Jakarta ricuh eskalasi membesar.
"Kalau Jakarta ricuh, maka eskalasi isu Papua membesar skalanya di level internasional, itulah tujuan OPM agar ada intervensi asing terhadap problem di Papua," kata Ridlwan di Jakarta, Jumat (8/3).
Teknik memancing rusuh dengan bendera bintang kejora ini berhasil digagalkan karena petugas tidak emosional. "Sebagian kalangan mengkritik sikap itu sebagai bentuk ketakutan, padahal menurut saya itu langkah cerdas polisi agar konflik tidak meluas, " kata alumni S2 Kajian Strategi UI tersebut.
Penanganan aparat pemerintah yang berhati-hati menyikapi pengibaran bendera bintang kejora di depan Istana memang menuai pro kontra. Sebagian kalangan menganggap pemerintah takut dan lemah terhadap kelompok Organisasi Papua Merdeka, tetapi sebagian yang lain menilai langkah itu sudah tepat.
Ridlwan menilai tindakan polisi di depan Istana sudah proporsional. "Situasi Papua yang memanas akan makin berkobar kalau Jakarta ricuh dan konflik. Jadi untuk mencegah itu, polisi sudah tepat," katanya.
Menurut Ridlwan, makna bintang kejora sangat sakral bagi warga Papua. Penyebutannya pun berbeda-beda di tiap suku di Papua. "Ada yang menyebutnya Sampari, ada yang menyebutnya Yoniki, ada yang menyebutnya Mak Meser, bintang kejora simbol penunjuk jalan bagi orang Papua," jelasnya.
Namun sayangnya, simbol mulia orang Papua itu dikapitalisasi dan dimonopoli oleh organisasi Papua Merdeka sebagai lambang gerakan.
"Akibatnya mayoritas orang Indonesia menganggap bintang kejora hanya sebatas bendera OPM, padahal memang ada legenda luhur Papua soal bintang kejora, " katanya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar aparat intelijen jangan terjebak bendera yang dikibarkan oleh OPM.