Sabtu 31 Aug 2019 17:35 WIB

Warga Hong Kong Kembali Turun ke Jalan

Demonstrasi besar-besaran awalnya direncanakan dilaksanakan pada akhir pekan ini

Rep: Puti Almas/ Red: Agung Sasongko
Para pengunjuk rasa yang mengenakan masker gas bereaksi setelah polisi menembakkan gas air mata selama demonstrasi anti-pemerintah di Tsuen Wan, di Hong Kong, Cina, Ahad (25/8).
Foto: EPA-EFE/ROMAN PILIPEY
Para pengunjuk rasa yang mengenakan masker gas bereaksi setelah polisi menembakkan gas air mata selama demonstrasi anti-pemerintah di Tsuen Wan, di Hong Kong, Cina, Ahad (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Aksi protes di Hong Kong kembali berlangsung. Ribuan warga di kota administrasi China itu terlihat turun ke jalan-jalan pada Sabtu (31/8). Polisi dilaporkan telah mengunci dan membarikade area-area di sekitar kantor pemerintahan di kota itu.

Protes ini terjadi selama 13 pekan terakhir yang berturut-turut, dengan eskalasi ketegangan, serta penangkapan terhadap para pemimpin dan anggota parlemen pro-demokrasi. Penangkapan secara mendadak ini juga dilakukan terhadap para aktivis pro-demokrasi Hong Kong, yaitu Joshua Wong dan Agnes Chow pada Jumat (30/8).

Baca Juga

Demonstrasi besar-besaran awalnya direncanakan dilaksanakan pada akhir pekan ini, namun dibatalkan setelah penyelenggara gagal mendapatkan otorisasi dari polisi. Insiden-insiden yang terjadi itu juga menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan peningkatan kekerasan, setelah seorang penyelenggara protes diserang di sebuah restoran oleh para pria bertopeng yang membawa tongkat pemukul dan pisau. Bahkan, seorang polisi yang sedang dalam keadaan tidak bertugas juga diserang di jalan orang tiga orang pria dengan menggunakan pisau.

Aksi protes kali ini, yang disebut dengan protes wildcat dilakukan sebagai pengganti demonstrasi, serta rencana mereka sebelumnya menggelar doa bersama di pusat kota dan menciptakan ‘lautan cahaya lilin’ pada malam hari. Polisi telah menggambarkan bahwa kerumunan orang-orang tersebut sebagai ‘majelis tidak sah’.

Jalan-jalan di sekitar Kantor Penghubung Pemerintah Pusat Rakyat, atau kedutaan de facto China untuk Hong Kong dijaga dengan sangat ketat, lengkap dengan barikade serta petugas polisi dalam jumlah besar. Pada pekan ini, terdapat spekulasi bahwa Beijing mungkin memiliki strategi untuk menghentikan aksi protes, yang dikhawatirkan oleh banyak pihak berujung dengan kekerasan.

Pemerintah Cina juga mengirim pasukan tentara ke Hong Kong, sebagai apa yang disebut kegiatan rotasi rutin sejak 1997. Namun, Beijing dilaporkan telah membatalkan proposal yang diajukan oleh Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam yang sepenuhnya hendak menarik Rancangan Undang-undang (RUU) ekstradisi, langkah yang memicu gelombang protes besar-besaran di kota itu.

Pada Sabtu (31/8) pagi, sistem transportasi di Hong Kong nampak bersiap menghadapi demonstrasi besar, hingga kemungkinan adanya bentrokan. Satu stasiun kereta bawah tanah di dekat Kantor Penghubung Cina, yang mewakili pemerintah daratan, dan beberapa ruas jalan di Pulau Hong Kong ditutup.

Platform pengorganisasian online LIHKG juga mengatakan Sabtu bahwa servernya telah menerima serangan penolakan layanan (DDoS) terdistribusi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang nampaknya dirancang untuk membuatnya offline. Platform lain, seperti aplikasi perpesanan terenkripsi Telegram juga mengatakan nampaknya hal ini telah ditargetkan oleh serangan DDoS, yang terkait dengan aksi protes.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement