REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Salah satu tersangka insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Tri Susanti mendatangi Mapolda Jatim untuk menjalani pemeriksaan, Senin (2/9). Perempuan yang akrab disapa Susi itu mendatangi Mapolda Jatim didampingi kuasa hukumnya Sahid.
Susi menyatakan kesiapannya menjalani pemeriksaan, setelah pada jadwal sebelumnya batal hadir dengan alasan sakit. "Insya Allah siap (diperiksa). Kemarin kecapekan," ujar Susi.
Ditanya terkait kemungkinan mengajukan praperadilan atas penetapan tersangkanya tersebut, Susi belum bisa memastikannya. Dia menyatakan akan berdiskusi terlebih dahulu dengan kuasa hukumnya. "Belum tau nanti biar diskusi dulu kita," ujar Susi.
Susi pun mengaku tidak tahu pasal-pasal apa saja yang disangkakan terhadapnya, terkait insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Namun demikian, Susi menolak jika dirinya dituduh melakukan diskriminasi atau ujaran berbau rasis terhadap mahasiswa papua di asrama tersebut.
"Kurang tahu pasal apa, tentang apa, saya kurang tahu. Tapi saya tidak melakukan diskriminasi ras," kata Susi.
Kuasa hukum Tri Susanti, Sahid, menyatakan ini merupakan panggilan ketiga untuk kliennya menjalani pemeriksaan di Polda Jatim. Sahid menyatakan, pada panggilan kedua, kliennya tidak bisa memenuhi panggilan Polda Jatim karena sakit.
"Ini merupakan panggilan yang ketiga kali. Yang kedua kali kemarin Ibu Susi kurang fit badannya, jadi ditunda. Sekarang Bu Susi sehat, siap memenuhi panggilan," ujar Sahid.
Sebelumnya, Polda Jatim menetapkan TS sebagai tersangka dalam insiden di asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan nomor 10 Surabaya pada 16 Agustus 2019. TS merupakan koordinator lapangan. Dia ditetapkan tersangka atas dugaan menyebarkan hoaks, dan memprovokasi organisasi masyarakat untuk mengikuti aksi pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
TS diancam pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 14 ayat (1) dan atau ayat (2) dan atau Pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 tentang Peratutan Hukum Pidana.