Selasa 03 Sep 2019 09:18 WIB

10 Nama Capim KPK Sampai ke Meja Istana

10 nama capim KPK itu diklaim sudah disetuji Presiden Jokowi.

Rep: Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden Joko WIdodo (kanan) menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Presiden Joko WIdodo (kanan) menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) menyerahkan 10 nama calon pimpinan (capim) KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/9). Sejumlah calon yang disoroti dalam fase wawancara pekan lalu ikut dalam rombongan yang diloloskan.

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih mengumumkan, di antara yang lolos adalah Komisioner KPK Alexander Marwata, anggota Polri Firli Bahuri, auditor BPK I Nyoman Wara, jaksa Johanis Tanak, advokat Lili Pintauli Siregar, akademisi Luthfi Jayadi Kurniawan, hakim Nawawi Pomolango, akademisi Nurul Ghufron, PNS Sekretariat Kabinet Roby Arya, dan PNS Kemenkeu Sigit Danang Joyo. Yenti mengklaim, Presiden telah menyetujui nama-nama yang disampaikan tersebut dan akan segera meneruskannya untuk dikerucutkan lagi menjadi lima orang di DPR.

"Tidak terjadi apa-apa. Kita banyak cerita yang lain, biasa saja. Tidak ada istilah koreksi (dari Presiden), sudah selesai," ujar Yenti seusai bertemu Presiden, kemarin.

photo
Presiden Joko Widodo (tengah) menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).

Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup itu, tampak hadir Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih, anggota pansel Indriyanto Seno Adji, Hendardi, Harkristuti Harkrisnowo, Diani Sadia Wati, Al Araf, Marcus Priyo Gunarto, dan Hamdi Moeloek.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan telah meminta berbagai masukan dari masyarakat dan juga berbagai tokoh terkait proses seleksi yang dilakukan oleh pansel.

"Saya kira memang ini eranya keterbukaan. Jadi, saya juga minta agar masukan-masukan, baik dari masyarakat, dari tokoh-tokoh yang telah memberi masukan juga, itu bisa dijadikan catatan-catatan dalam rangka mengoreksi apa yang telah dikerjakan oleh pansel," kata Jokowi saat menerima Pansel Capim KPK.

Menurut Jokowi, proses seleksi capim KPK ini tak perlu dilakukan secara terburu-buru. Yang terpenting, ucapnya, nama-nama yang akan disampaikan kepada DPR merupakan calon pimpinan KPK yang layak dipilih.

"Yang paling penting, menurut saya, apa yang akan nanti saya sampaikan ke DPR itu betul-betul nama-nama yang memang layak dipilih oleh DPR," ucap Presiden.

photo
Ketua Pansel Capim KPK Yeti Garnasih (kanan) bersiap menyerahkan nama capim KPK kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).

Dari calon-calon yang diajukan kemarin, ada beberapa yang menonjol dalam sesi wawancara yang digelar Pansel Capim KPK pekan lalu. Jaksa Johanis Tanak, misalnya, mengatakan berniat mengubah mekanisme operasi tangkap tangan (OTT) di KPK karena bisa menjadi penghalang pembangunan. Tanak mencontohkan kasus proyek pembangunan Meikarta yang mangkrak akibat tindakan KPK.

Sedangkan, akademisi Luthfi Jayadi Kurniawan dicecar soal pengetahuannya terhadap Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Luthfi sempat mengaku tidak terlalu memahami perbedaan antara pasal penerima suap dan pemberi suap dalam Pasal 5 dan Pasal 12 undang-undang tersebut. "Ya tidak. Saya tidak hafal," kata Luthfi.

Hakim Nawawi Pomolango mengkritisi lima praperadilan terhadap tersangka KPK yang dikabulkan hakim. "Ini bisa dibilang tamparan keras bagi KPK. Mereka tidak hati-hati di dalam penetapan tersangka mengingat ada batasan tidak boleh SP3. Kalau tidak boleh SP3, jangan teledor di penetapan tersangka," kata Nawawi.

Sedangkan, Alexander Marwata mengakui, para pimpinan KPK jilid IV, yang ia merupakan salah satu anggotanya, selalu menghindari friksi dengan kepolisian dan kejaksaan. Ketika ada calon tersangka dari kedua institusi itu, oknum tersebut akan dilimpahkan ke lembaganya.

"Terserah kita dibilang cemen (pengecut), tapi kami memang mau mencegah friksi itu," kata Alex. Dia juga mengakui, konflik di internal KPK hanya terjadi di direktorat penyidikan, yakni antara penyidik kepolisian dan penyidik internal KPK.

photo
Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  memberikan keterangan pers terkait seleksi Capim KPK di Kementerian Sekertariat Negara, Kamis (29/8).

Sementara, mantan direktur penyidikan KPK Irjen Firli Bahuri dicecar terkait tuduhan pelanggaran kode etik saat dirinya masih di KPK. Firli mengklaim tidak pernah melakukan pelanggaran tersebut dan dinyatakan tak bersalah oleh lima pimpinan KPK.

Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah membantah klaim tersebut bahwa pimpinan tak pernah menyatakan Firli tak melanggar kode etik. Auditor BPK I Nyoman Wara juga dicecar terkait inkonsistensi menghitung kerugian negara dalam kasus penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) pada 2002 dan pada 2006.

Ia juga dipertanyakan soal gugatan perdata oleh obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim. I Nyoman menjawab, ia telah bekerja sesuai standar.

Sekretariat Kabinet Kedeputian Bidang Perekonomian Roby Arya Brata juga disoroti karena ingin menghilangkan kewenangan KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan institusi Polri dan kejaksaan. Menurut dia, salah satu kekeliruan KPK selama ini karena memiliki kewenangan tersebut hingga menimbulkan beberapa konflik antarlembaga. Penyiraman terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, menurut dia, tak akan terjadi bila KPK tak berupaya mengungkap kasus korupsi di Polri.

Berbarengan dengan penyerahan 10 nama capim KPK ke Presiden, berbagai desakan pun muncul agar Presiden melihat beberapa temuan catatan serius dalam proses pemilihan pimpinan KPK kali ini. Mulai dari komposisi pansel, kinerja, sampai pada calon-calon yang mendaftar. Salah satunya adalah desakan 20 guru besar dari berbagai Universitas di Indonesia berisikan dorongan agar Presiden dapat selektif memilih calon pimpinan KPK.

photo
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (kedua kiri) bersiap menyerahkan nama capim KPK kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).

Petisi dari pegawai KPK pun dilayangkan. Petisi yang ditandatangani seribu pegawai KPK itu juga berisi penolakan terhadap capim yang memiliki rekam jejak menghambat proses penegakan hukum.

"Sampai hari ini, telah sekitar seribu pegawai menandatangani petisi ini dari sekitar 1.500 pegawai KPK. Sedangkan, pegawai yang belum tanda tangan bukan tidak ingin tanda tangan. Mereka masih bertugas di luar Jakarta, baik dalam maupun luar negeri," kata Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Menurut Yudi, pegawai KPK meminta Presiden Joko Widodo agar tidak menetapkan calon pimpinan KPK yang diduga melakukan beberapa pelanggaran etik berat selama bekerja di KPK. "Memiliki rekam jejak pernah menghambat penanganan kasus KPK, baik melalui teror maupun hal lainnya," kata Yudi. Pegawai KPK juga meminta agar presiden tidak memilih capim yang tidak menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan melakukan perbuatan tercela lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement