Jumat 06 Sep 2019 00:16 WIB

Media China: Hong Kong tak Punya Alasan untuk Kekerasan

Demonstrasi Hong Kong yang kerap berujung kekerasan dipicu UU Ekstradisi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Seorang warga menonton pidato Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengenai ditariknya RUU Ekstradisi di sebuah toko elektronik di Hong Kong, Rabu (4/9).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Seorang warga menonton pidato Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengenai ditariknya RUU Ekstradisi di sebuah toko elektronik di Hong Kong, Rabu (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Surat kabar China Daily yang dikelola Beijing menulis pengunjuk rasa tidak memiliki alasan untuk melakukan kekerasan setelah pemimpin Hong Kong Carrie Lam mencabut undang-undang ekstradiksi. Unjuk rasa di Hong Kong yang kerap berujung pada kerusuhan dipicu undang-undang ekstradiksi yang kontroversial itu. 

"Pemerintah SAR (Search and Resque) telah memberikan kesempatan bagi warga Hong Kong untuk mengganti antagonisme dan konfrontasi dengan perdamaian dan dialog," tulis China Daily dalam tajuk yang berjudul 'sekarang pengunjuk rasa tidak punya alasan melanjutkan kekerasan', Kamis (5/9).   

Baca Juga

Undang-undang itu dicabut pada hari Rabu (4/9) kemarin. Setelah pengunjuk rasa menggelar protes  yang kadang berubah menjadi kerusuhan selama berbulan-bulan. Lebih dari 1.000 orang ditangkap karena bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi. 

"Dan harapannya, perdamaian dan stabilitas dapat dipulihkan pada waktu yang tepat sehingga kota itu dapat mengerahkan energi dan waktu mereka untuk menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi," tambah China Daily. 

Undang-undang itu mengizinkan warga Hong Kong yang menjadi tersangka di Cina diekstradiksi dan diadili di Negeri Tirai Bambu. Pencabutan rencana undang-undang itu salah satu dari lima tuntutan pengunjuk rasa. 

"(Pencabutan rencana undang-undang ini) tanggapan yang tulus dan sungguh-sungguh atas suara masyarakat, yang dapat diinterpretasikan sebagai perluasan tanda damai untuk mereka yang menentang undang-undang ini selama beberapa bulan terakhir," tulis China Daily.

Unjuk rasa di mulai pada bulan Maret tapi terus berguling menjadi bola salju pada bulan Juni. Tuntutan pun bertambah sampai demokrasi yang lebih besar. Belum diketahui apakah pencabutan undang-undang yang sudah ditangguhkan sejak bulan Juni lalu akan menghentikan kerusuhan di bekas koloni Inggris itu atau tidak. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement