Jumat 13 Sep 2019 03:08 WIB

Rudiantara: Pemikiran Out of The Box Bergeser Jadi No Box

Cara baru dalam tiap aspek kehidupan menjadi isu yang wajib dipikirkan society.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Gita Amanda
Menkominfo Rudiantara bersama Menlu Retno LP Marsudi dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bersiap mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).
Foto: Republika/Prayogi
Menkominfo Rudiantara bersama Menlu Retno LP Marsudi dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bersiap mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menekankan, masyarakat Indonesia jangan lagi sekadar berpikir tentang teknologi apabila ingin siap memasuki revolusi industri 4.0. Sebab, teknologi akan terus berubah dan berkembang seiring dengan perjalanan waktu.

Rudi menekankan, justru yang harus dilakukan saat ini adalah mengubah pola pikir (mindset). Khususnya dunia usaha, kini dituntut untuk terus mencari cara baru. "Out of the box thinking is not enough. What we need is no box thinking, (Berpikir di luar boks nggak cukup. Apa yang kita perlu adalah tidak mengkotakkan)," ujarnya dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis (12/9).

Baca Juga

Cara-cara baru dalam tiap aspek kehidupan menjadi isu yang wajib dipikirkan society, termasuk mereka yang ingin berperan dalam dunia usaha di tengah revolusi industri 4.0. Apabila sekadar mengandalkan platform teknologi yang terus berkembang, Indonesia akan tertinggal begitu saja.

Di sisi lain, Rudiantara menambahkan, prioritas lain yang harus dilakukan adalah kolaborasi. Perusahaan rintisan yang sukses selalu menekankan kolaborasi. Contohnya saja Tokopedia yang memanfaatkan pengusaha eksisting. Begitupun dengan Gojek yang tidak memiliki motor dan restoran, tapi dapat berkembang melalui lini bisnis Goride dan Gofood.

Oleh karena itu, Rudiantara mengatakan, konsep berpikir yang ditekankan pada revolusi industri 4.0 adalah kolaborasi. Ia mengajak generasi muda untuk tidak berpikiran seperti tukang bakso yang serba mengerjakan sendiri. "Mereka bangun pagi ke pasar, beli sayur, daging, masak sendiri. Melayani pembeli, meracik bakso, terima uangnya, cuci mangkuknya sendiri," katanya.

Model kekinian yang mengandalkan kolaborasi itu disebut Rudiantara sebagai new koperasi. Sebab, perusahaan rintisan merupakan sekumpulan individu yang membawa alat produksi sama, seperti halnya koperasi. Pendekatan ini berbeda dengan korporasi yang cenderung ‘kuat-kuatan’ modal.

Kolaborasi di perusahaan rintisan utamanya terlihat antara founder, manajemen dengan investor. Rudiantara menyebut cara kolaborasi ini sebagai konsep koperasi yang terkini. "Kalau tidak kolaborasi, kita bisa collapse," ujarnya.

Tidak sekadar di skala perusahaan, Rudiantara menyebutkan, kolaborasi kini juga sudah dibicarakan antar negara. Dalam pertemuan para metneri forum G20 di Jepang pada Juni lalu, seluruh peserta membahas inisiatif Data Free Flow with Trust (DFFT). Inisiatif ini berupa pertukaran data atau informasi berbagai sektor secara global.

DDTF berpotensi menciptakna peluang kegiatan ekonomi baru dengan nilai miliar dolar AS. Rudiantara menilai, konsep ini tidak dapat dihindari mengingat kolaborasi dengan negara lain kini menjadi sebuah kebutuhan untuk pengembangan sebuah negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement