REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus suap Penyaluran Bantuan kepada KONI tahun anggaran 2018. Imam ditetapkan tersangka bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum.
Imam merupakan tersangka menteri kedua Kabinet Kerja jilid I yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, setelah sebelumnya Menteri Sosial Idrus Marham. Dari penelusuran Republika.co.id dalam situs elhkpn.kpk.go.id harta Imam Nahrawi tercatat mencapai Rp 22.640.556.093.
Jumlah tersebut terdiri dari 12 bidang tanah yang tersebar di sejumlah daerah, yakni Sidorajo, Bangkalan, Surabaya, Jakarta, dan Malang dengan total nilai mencapai Rp 14.099.635.000. Selain tanah dan bangunan, Imam juga tercatat memiliki empat kendaraan roda empat yang terdiri atas Minibus Hyundai, Mitsubishi Pajero, Toyota Kijang Innova, dan Toyota Alphard. Total nilai kendaraan milik Imam mencapai Rp 1.700.000.000. Sementara itu, Imam juga tercatat memiliki harta bergeral lainnya senilai Rp 4.634.500.000 ditambah surat berharga senilai Rp 463.765.853, serta kas dan setara kas senilai Rp 1.742.655.240.
Diketahui, penetapan tersangka Imam adalah pengembangan perkara yang telah menjerat Sekertaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy; Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy; Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen, Adhi Purnomo; dan staf Kemenpora, Eko Triyanto. Diketahui untuk Ending dan Jhony telah diputus bersalah Pengadilan Tipikor Jakarta, sementara tiga lainnya masih menjalani persidangan.
Alex menuturkan, setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang mulai dari proses penyidikan hingga persidangan dan setelah mendalami dalam proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup, dan melakukan penyidikan dugaan keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait dengan penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI tahun anggaran 2018 dan dugaan penerimanan lainnya.
Diduga, dalam dalam rentang 2014-2018 Imam Nahrawi selaku Menpora melalui Miftahul Ulum telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam Nahrawi diduga juga meminta uang sejumlah total Rp 11,8 miliar.
Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. "Penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku menpora," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," ujar Alexander.
Lebih lanjut, Alexander menambahkan, dalam proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak 25 Juni 2019. KPK juga telah memanggil Imam Nahrawi sebanyak 3 kali, tetapi ia tidak menghadiri permintaan keterangan tersebut, yaitu pada 31 Juli, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019.
"KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi IMR untuk memberikan keterangan dan klariflkasi pada tahap penyelidikan," ucapnya.