Jumat 20 Sep 2019 18:00 WIB

Sultan Sebut Masih Banyak Pebisnis Belum Tertib Hukum

Banyak pebisnis kesampingkan etika bisnis.

Rep: Sylvi Dian Setiawan/ Red: Muhammad Hafil
Sri Sultan Hamengku Buwono X
Foto: ANTARA
Sri Sultan Hamengku Buwono X

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan pebisnis Indonesia masih ada yang belum tertib hukum. Bahkan, masih ada yang mengenyampingkan etika dalam berbisnis.

Hal ini, tentunya mendorong terjadinya persaingan tidak sehat. Bisa diartikan, berbisnis dengan mencari kelemahan hukum.

Baca Juga

"Akibatnya para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum," kata Sultan dalam sosialisasi Reorientasi Tugas dan Fungsi KPPU Dalam Percepatan Pembangunan di DIY di Komplek Kepatihan, Kamis (19/9).

Menurut Sultan, kesalahan terbesar dalam memahami keberadaan bisnis di Indonesia terletak pada kecenderungan memisahkannya dari sistem kemasyarakatan. Yang mana, etika dan moral menjadi kepatutan yang harus diikuti oleh pelaku bisnis. 

"Penerapan etika dan moral di masyarakat sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang ada," ujar Sultan. 

Untuk itu, sebagai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus bisa membawakan visinya dalam menjalankan segala tanggung jawabnya. Hal ini disampaikan dalam rangka mendorong percepatan ekonomi, terutama di DIY.

"KPPU harus benar-benar bisa membawakan visinya yaitu “Mewujudkan  iklim persaingan usaha yang sehat dalam mendorong ekonomi nasional yang efisien dan berkeadilan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," tambahnya.

Untuk itu, ia mengajak untuk menuju perubahan bersama seluruh stakeholder dan didukung oleh pemerintahan yang baik. Sehingga, dapat mewujudkan peradaban masa depan yang lebih baik.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement