Senin 23 Sep 2019 15:08 WIB

Buwas Sebut Ada 300 E-Warong Siluman Penyalur Beras BPNT

Jika menolak membeli di e-warong dimaksud, KPM bakal dicoret sebagai penerima BPNT.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Dirut Bulog Budi Waseso bergegas seusai mengikuti rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Dirut Bulog Budi Waseso bergegas seusai mengikuti rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyebut banyak penyimpangan dalam pelaksanaan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Salah satu penyimpangan yang ia temukan soal agen penyalur beras BPNT atau E-Warong yang statusnya tidak jelas.

Ia mengungkapkan, pihaknya telah menemukan 300 E-Warong di seluruh Indonesia yang muncul tiba-tiba saat di tempat yang tidak logis. "Ada E-Warong siluman. Tambal ban bisa jadi E-Warong. Saya serahkan temuan ini ke Satgas Pangan. Sudah saya buktikan dan sampaikan. Tempatnya dimana dan siapa orangnya," kata Buwas dalam Konferensi Pers di Kantor Pusat Bulog, Jakarta, Senin (23/9).

Selain itu, Buwas mengungkapkan, agen-agen tersebut hanya menyediakan paket sembako yang harus dibeli oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Paket-paket sembako itu rata-rata dihargai Rp 30 ribu per paket.

Menurut Buwas, jika menolak membeli, KPM bakal dicoret sebagai penerima BPNT. Padahal, kebutuhan utama para KPM yakni beras dan telur. Sementara, isi paket sembako yang diberikan banyak kebutuhan-kebutuhan pangan yang tidak menjadi prioritas.

Diketahui, total jumlah agen E-Warong yang terdaftar saat ini sebanyak 3.000 unit yang tersebar di 514 kota dan kabupaten. Sebanyak 300 E-Warong 'siluman' yang disebut Buwas bahkan ditengarai bukan mendapatkan beras dari suplier resmi. Ia menemukan banyak mafia pangan yang menjadikan uang negara sebagai bancakan dan mengorbankan masyarakat miskin penerima bantuan.

"Bulog tidak dirugikan, tapi negara yang dirugikan. Mereka mengorbankan hak KPM untuk kepentingan pribadi. Ini preman-preman. Kita akan ungkap," ujar Buwas.

Di sisi lain, Buwas juga mengungkapkan banyak suplier yang tidak mengikuti regulasi pemerintah. Alhasil, pertanggungjawaban program BPNT menjadi tidak jelas dan KPM menjadi pihak yang paling dirugikan. Buwas mengaku, mendapat serangan dari pihak-pihak yang tidak senang dengan tindakannya.

Perlawanan itu, kata dia, karena mafia pangan selama ini terlanjur nyaman dan terus menerus menggerus uang negara. Sementara itu, KPM yang tidak paham hanya pasrah menerima bantuan yang diberikan oleh agen E-Warong yang tidak jelas statusnya.

"Maksud presiden baik. Tapi para pelaksananya yang kurang ajar. Bantuan ini justru dianggap sebagai proyek. Ini betul terjadi," ujar Buwas.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement