Kamis 26 Sep 2019 01:00 WIB

Melindungi Badak Jawa dari Ancaman Bencana Megathrust

Jumlah badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon hanya 68 ekor.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Tim gabungan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, petugas TNUK dan WWF memeriksa bangkai Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang diberi nama Manggala yang ditemukan mati di kubangan lumpur di Blok Citadahan, Ujungjya, Pandeglang, Banten, Minggu (21/4/2019).
Foto: Antara/Anggodo
Tim gabungan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, petugas TNUK dan WWF memeriksa bangkai Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang diberi nama Manggala yang ditemukan mati di kubangan lumpur di Blok Citadahan, Ujungjya, Pandeglang, Banten, Minggu (21/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Populasi badak jawa atau yang dikenal juga sebagai badak cula satu semakin dibayangi ancaman kepunahan. Satwa yang habitatnya saat ini terkonsentrasi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang, Banten ini terus berkurang jumlahnya hingga menurut data terbaru, populasinya tidak lebih dari 68 ekor saja.

Pada Hari Badak Sedunia yang baru beberapa waktu lalu diperingati, potensi kepunahan atas satwa badak jawa semakin besar dengan banyaknya prediksi ahli yang menyebutkan daerah selatan Banten tengah terancam bencana gempa megathrust. Ujung Kulon sebagai daerah yang masuk dalam daerah berpotensi bencana gempa bermagnitudo lebih dari 8,5 ini, dikhawatirkan juga mengancam keberlangsungan hidup badak jawa yang hanya ada di sana.

Baca Juga

Kepala Balai TNUK, Anggodo, menyebut telah mewaspadai ancaman bencana alam atas satwa badak jawa. Dirinya menyebut habitat populasi badak jawa rencananya tidak hanya akan terkonsentrasi di Ujung Kulon saja, tapi juga dibuat habitat baru lain untuk mencegah kepunahan karena bencana alam.

"Jadi sudah ada rencana perlindungan, supaya kedepannya ada tempat habitat lain untuk perlindungan badak jawa atau badak bercula satu ini. Ini jadi strategi perlindungan, supaya badak  tidak cuma terkonsentrasi di TNUK," ujar Anggodo, Rabu (25/9).

Terkait realisasi rencana tersebut, Anggodo menyebut belum bisa memastikan dan saat ini sedang dalam tahap pembahasan dengan stakeholder yang terkait. Strategi perlindungan ini menurutnya sangat penting, guna melindungi satwa yang sebenarnya dahulu populasinya tersebar di seluruh bagian pulau Jawa hingga ke negara Asia lain.

Saat ini, TNUK masih fokus pada upaya pelestarian Badak Jawa, seperti monitoring kesehatan dan perlindungan keamanan satwa bernama latin Rhinoceros sondaicus ini. "Kegiatan rutin yang kita lakukan seperti monitoring badak, makanya kita bisa punya data julah Individu badak 68 itu. Ada juga patroli keamanan di kawasan TNUK, ada juga Rhino health atau pengecekan kesehatan badak yang setiap bulan 10 sampai 15 hari kita terjun langsung ke lapangan," kata Anggodo.

Selain upaya perlindungan satwa badak jawa, ia mengatakan dalam waktu dekat sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melaksanakan berbagai kegiatan edukasi perlindungan badak pada Festival Tanjung Lesung yang akan berlangsung pada 27-29 September. Berbagai kegiatan dengan tema badak di festival tersebut dilakukan untuk memperingati Hari Badak Sedunia.

"Di festival tanjung lesung nanti akan diadakan kegiatan yang temanya tentang Badak, seperti Rhino X-Triathlon, Rhino trip, rhino edutainment, rhino camp, sampai rhino bazar. Kita juga akan buat booth khusus untuk edukasi pelestarian Badak saat festivalnya," ujarnya.

Kasubdit Pengawetan Jenis Direktorat Jenderal Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Sri Mulyani, menyebut berkurangnya populasi badak jawa selama ini salah satu penyebabnya karena bencana alam. Bencana alam yang melanda kawasan konservasi seperti gemp abumi, tsunami dan juga ancaman lain seperti perburuan, hingga penyakit hewan mengancam kelangsungan hidup satwa ini.

Menurutnya, jumlah badak jawa yang hanya tersisa 68 saja saat ini menunjukkan potensi besar terjadinya kepunahan, ditambah ancaman bencana megathrust di Banten.

"Populasi badak jawa saat ini hanya 68 individu, ini menunjukan sangat besar potensi kepunahan. Walaupun tahun 2018 ada kelahiran empat anak, tapi belum lama ini ditemukan ada dua yang mati. Jadi Satwa ini  terancam punah, dan tidak diperbolehkan diperdagangkan. Karenanya, ancaman tadi perlu diantisipasi untuk 10 tahun mendatang. Hal yang penting dilakukan saat ini yaitu pentingnya penataan ruang apalagi saat ini habitatnya semakin menyempit," ujar Sri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement