REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen untuk menjamin kualitas suatu produk hasil pertanian. Langkah yang dilakukan yakni melakukan analisis atau pengujian mutu, baik secara manual dan melalui pemanfaatan alat tertentu seperti dilakukan di laboratorium.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Gatut Sumbogodjati menyatakan untuk mendapatkan ketepatan hasil analisis dan hasil uji yang valid terpercaya, maka pengujian mutu harus dilakukan di laboratorium pengujian yang telah menerapkan sistem jaminan mutu.
“Laboratorium pengujian nggak boleh sembarangan, harus sudah menerapkan SNI ISO IEC 17025: 2017 dan telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN, red),” ujar Gatut di Jakarta, Kamis (26/9).
Tidak hanya proses pengujian di laboratoriumnya, kata Gatut, pada saat di lapangan perlu Petugas Pengambil Contoh (PPC) yang terampil dan kompeten. Contoh yang diambil syaratnya harus mewakili suatu produk untuk diuji di laboratorium pengujian.
"Jadi PPC ini merupakan ujung tombak dalam mekanisme penerapan jaminan mutu hasil pertanian,” terangnya.
Kepala Subdirektorat Mutu dan Standardisasi, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) Kementan, Muhammad Gazali menuturkan dalam prakteknya tim Pusat (Kementan) bersama dengan Dinas Pertanian telah melakukan pengambalian sampel komoditas tanaman pangan. Hasil dari sampel yang diambil tersebut laku dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut kandungannya.
"Tapi perlu diingat laboratoriumnya harus yang terakreditasi oleh KAN serta telah menerapkan SNI ISO IEC 17025: 2017," ujarnya.
"Saat itu kami ambil contoh di beberapa tempat. Kalau jagung yang hibrida NK212, kami ambil Poktan dari Sumber Rejeki di Kab. Barito Utara, Prov. Kalimantan Tengah. Dengan instrument uji LC MS/MS hasilnya aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 tidak terdeksi (dengan batas ambang 1,5 ppb, red)," pinta Gazali.
Kemudian untuk beras, sebut Gazali, tim mengambil sampel varietas Siam Mayang yang ada di poktan Budi Bakti di Desa Gambah Dalam, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Yang dianalisa saat itu Pestisida, elemen-elemen, proksimat, dan sulfur florida.
Gazali menyebutkan hasil analisa menunjukkan Pestisida dengan bahan aktif karbaril, dinotefuran, flutolanil, cis-chlordane dan trans-chlordane tidak terdeteksi. Elemen-elemen ujiseperti dichlorvoa, cadmium, timbal, dan natrium tidak terdeteksi. Hanya kandungan besi 3,84 ppm (dengan nilai ambang batas 1 ppm).
"Kalau untuk kedelai pernah diuji varietas Anjasmoro di Poktan Cinta Mukti yang berlokasi di Kabulaten Bandung Barat, Jawa Barat. Hasil analisanya tes berat yakni 799,6 g/L, kadar air 10,8 persen, biji rusak 3,55 persen, biji warna lain tidak terdeteksi, benda asing tidak terdeteksi, biji kerut tidak terdeteksi," ucap dia.
Untuk uji logam berat yakni Pb, Cd, As, Sn, Hg rata-rata dibawah 0,17 ppm, uji GMO yang bernilai negative, serta uji bahan aktif residu pestisida yang tidak terdeteksi. Gazali menegaskan apa yang diungkapkan ini, sebagai gambaran bahwa bisa menguji mutu dari produk pangan seperti apa. Tentunya Kementan ingin memastikan bahwa produk yang dikonsumsi ini sehat dan aman bagi tubuh.
"Kementan akan terus melakukan uji mutu agar masyarakat tahun standar yang seperti apa yang aman dan layak untuk dikonsumsi," ucap Gazali.
Perlu diketahui, uji mutu sebagai dasar pengembangan standardisasi agar terjamin mutu produk dalam kemasan. Produk ini tentunya harus mendapatkan registrasi produk segar asal tumbuhan. Uji mutu produk tanaman pangan selama ini baru dilakukan pada komoditas beras, jagung dan kedelai.