REPUBLIKA.CO.ID, Selama 15 tahun belakangan, dr Soeko Marsetyo (53 tahun) melakukan apa yang jarang sekali dilakukan para dokter di Indonesia. Ia berani memilih untuk mengabdi di pedalaman Kabupaten Tolikara di pegunungan tengah Papua.
Mengingat tak banyak dokter di kawasan itu, dr Soeko juga sesekali bolak-balik ke Wamena, Jayawijaya, daerah yang tergolong maju untuk wilayah pegunungan tersebut. Pada Senin (23/9) lalu, ia berada di Wamena dalam salah satu kunjungan tersebut.
Hari itu, kerusuhan besar meledak di Wamena. Siswa-siswi SMK menggelar aksi unjuk rasa guna memprotes dugaan ucapan rasialisme yang dilontarkan salah satu guru di sana. Aksi itu berujung pada kerusuhan. Kantor-kantor pemerintahan, rumah-rumah warga, dan kios-kios dibakar.
Selepas kerusuhan mereda, dr Soeko ditemukan mengalami luka-luka akibat benda tajam. Sejauh ini, belum diketahui apa yang menyebabkan dokter asal Yogyakarta itu mengalami luka-luka sedemikian.
Dr Soeko tak sendirian. Selepas kerusuhan, tercatat sedikitnya 30 orang meninggal. Sebagian kena luka akibat senjata tajam, lainnya terbakar karena tak sempat melarikan diri.
Setelah ditemukan, dr Soeko sempat dibawa ke RSUD Wamena untuk menjalani perawatan, tapi nyawanya tak tertolong. Sekretaris Dinas Kesehatan Papua dr Silvanus Sumule menyatakan, pada Rabu (25/9) malam, dr Soeko telah mengembuskan napas terakhirnya.
Jenazah dr Soeko dijadwalkan pada Kamis (26/9) dievakuasi ke Jayapura dan langsung dibawa ke RS Bhayangkara, Jakarta Timur. “Belum dipastikan kapan jenazah dievakuasi ke kampung halamannya karena masih akan menghubungi keluarganya,” kata dr Sumule.
Terkait kematian dr Soeko, Dinas Kesehatan Provinsi Papua memasang bendera Merah Putih setengah tiang untuk menghormati yang bersangkutan. \"Untuk mengenang kita punya seorang dokter yang sudah meninggal di daerah pedalaman,\" kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Aloysius Giyai di Jayapura, kemarin.
Aloysius mengatakan, dr Soeko sudah lama mengabdi di pedalaman Papua, yakni di puskesmas di Kabupaten Tolikara. Sebab itu, ia pantas dianggap sebagai salah satu pahlawan kesehatan. "Mengenai sebab meninggalnya dr Soeko saat demo anarkistis di Wamena itu, sampai saat ini masih simpang siur, belum pasti, nanti kita akan cek," kata dia.
Peti jenazah warga Sumbar yang meninggal karena kerusuhan di Wamena Papua sampai di Bandara Internasional Minangkabau, Sumbar, Kamis (26/9).
Sementara itu, delapan jenazah warga Sumatra Barat yang menjadi korban kerusuhan di Wamena, tiba di Sumbar melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Kedelapan jenazah tersebut atas nama Syafriyanto (36 tahun), Jefry Antoni (23), Hendra (20), Rizky (4, anak dari Syafriyanto ), Ibnu Rizal (8), Iwan (24), Yoga Nurdi Yakop (28), dan Linda Novriyanti (30, istri Syafriyanto).
Kedelapan korban ini sama-sama berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Jenazah hari ini disambut oleh Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit dan Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni. Jenazah masuk ke BIM melalui pintu VIP, tempat sebagian dari jenazah dijemput oleh keluarga dan pemerintahan nagari masing-masing.
Ira bersama Yelfi, saudara sepupu dari Linda yang menjemput Ibnu Rizal ke BIM tak kuasa menahan tangis saat melihat peti jenazah diangkat petugas bandara ke dalam ruangan VIP BIM. "Ibnu.. Ibnu.. Ibnu sudah tidak ada..," kata Ira saat tak kuasa menahan tangis sembari memeluk Yelfi putrinya yang juga sudah berurai air mata.
Sebelum jenazah Ibnu dan Linda tiba di ruangan VIP, Ira dan Yelfi sudah tampak begitu risau menanti. Mata mereka selalu melihat gelisah ke arah pintu VIP Bandara. "Saya saudaranya Linda. Ada tiga keluarga kami meninggal di Wamena. Linda dan anaknya Ibnu, kemudian Yoga. Ibnu itu baru delapan tahun," ujar Ira kepada Republika.
Ira menceritakan kabar yang ia dapatkan mengenai Yoga, Ibnu, Linda dan suami Linda bernama Isal (42). Dengan mata yang memerah, Ira menyebut Linda dan Ibnu serta Yoga meninggal karena terbakar kobaran api. Sebelum dilemparkan ke dalam api, menurut Ira, Ibnu dan Linda sudah dibacok oleh orang-orang yang terlibat kerusuhan di Wamena.
Sementara Isal, menurut Ira, berhasil selamat hidup-hidup meski mengalami luka bakar di muka, kepala, telinga, dan tangan. Isal tak dapat menyelamatkan Linda dan Ibnu karena ia sudah lebih dulu dipukuli hingga pingsan.
Ira mengatakan, Linda bersama suaminya telah merantau ke Papua sejak enam tahun lalu. Di sana, Linda berdagang kelontong di sebuah toko di Kota Wamena. Ira menyebut lokasi toko milik Linda berdekatan dengan lokasi kerusuhan di Wamena. Linda pun sulit keluar dari situasi kerusuhan kemarin. Terlebih pertokoan mereka dibakar dan dijarah oleh pelaku kerusuhan.