REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meredanya aksi demo di dalam negeri menjadi sentiment yang positif terhadap pasar keuangan. Biarpun tidak berpengaruh signifikan terhadap pasar, tetapi demo yang diikuti aksi menimbulkan keluarnya dana asing dari pasar saham dan berahli ke Surat Berharga Negara (SBN).
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee memperkirakan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang melemah pada perdagangan senin dengan support pada level 6.191 sampai 6.165 dan resistance level 6.219 sampai 6.256.
“Selama sepekan IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan resistance level 6.282 sampai 6.318 dan support level 6.165 sampai 6.986,” ujarnya dalam riset yang diterima Republika, Senin (30/9).
Dari sisi eksternal, pekan ini beberapa sentimen ini mungkin mempengaruhi pasar keuangan. Semisal sentimen perang dagang Amerika Serikat-China.
Kemudian Tensi perang dagang sempat mereda setelah Presiden Donald Trump mengatakan kesepakatan perdagangan Amerika Serikat-China sudah berlangsung 15 bulan bisa terjadi lebih cepat dari harapan. Selain itu Amerika secara sementara membebaskan lebih dari 400 tipe dari produk – produk China yang terpukul oleh tarif impor senilai 250 miliar dolar AS selama tahun ini.
“Isu perang dagang naik turun dan memengaruhi pasar di mana sebelumnya Persiden AS Donald Trump di depan Majelis Umum PBB menuding China menyalahgunakan sistem perdagangan internasional. Pasar saham global khususnya Amerika Serikat sangat terpengaruh oleh isu perang dagang,” jelasnya.
Penyelidikan impeachment oleh partai Demokrat terhadap presiden Donald Trump. Hal ini menyusul pernyataan Ketua DPR Nancy Pelosi Pelosi mengumumkan DPR akan meluncurkan penyelidikan resmi terhadap pemakzulan Trump.
Hal ini terjadi setelah munculnya transkrip percakapan Trump dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. Ada indikasi Trump menggunakan ancaman pemotongan bantuan ekonomi ke Ukraina untuk menghasilkan informasi yang merusak calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden.
“Jika rencana impeachment ini dikawatrikan bisa menutup peluang Donald Trump terpilih lagi pada 2020. Presiden Trump mungkin akan berhati-hati dalam negosiasi perang dagang dan bersikap lebih keras dalam negosiasi perang dagang dengan China sehingga meningkatkan kemungkinan resesi global pada tahun depan,” jelasnya.
Dari zona Euro perhatian masih tertuju pada Brexit dan suhu politik di Negara tersebut. Tantangan PM Inggris Boris Johnson kepada kubu oposisi Partai Buruh, untuk menggulingkannya melalui mosi tidak percaya dan memicu pemilu dini.
Sebelumnya PM Boris Johnson menghadapi desakan untuk mengundurkan diri setelah keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa tindakannya menunda parlemen sebelum Brexit merupakan pelanggaran hukum. Panasnya suhu politik Inggris menjelang keputusan Brexit dikawatirkan menghasilkan keputusan yang tidak optimal. Bila Inggris keluar zona Euro tanpa sebuah kesepakatan yang baik berpeluang memicu resesi di zona Euro.
“Pasar mencerna peluang resesi dikawasan tersebut menyusul data yang tidak terlalu baik. Data Markit komposit PMI (indeks pembelian manajer) Jerman berada posisi 49,1 pada September turun dari 51,7 pada bulan Agustus. Elemen manufaktur berada di level 41,4. Itu adalah ukuran terendah bagi Jerman selama lebih dari satu decade dimana angka di bawah 50 mengindikasikan kontraksi,” jelasnya.
Data yang jelek juga di tunjukan oleh Zona Euro dimana Indeks Pembelian Manajer (PMI) Komposit Zona Euro versi IHS Markit turun pada 50,4 pada September lebih rendah di bandingkan 51,9 pada Agustus. Hal ini menurunkan harapan data yang terburuk sudah berlalu.
“Penurunan yang berkelanjutan dalam aktivitas manufaktur berisiko menginfeksi seluruh perekonomian kata Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi. Kekawatiran resesi Zona Euro punya pengaruh kepada perdagangan pasar saham,” ucapnya.