Senin 30 Sep 2019 18:18 WIB

Muktamar Santri Hasilkan Modalitas Pesantren

Ada dua modalitas yang dihasilkan dalam Muktamar Santri.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Peringatan Hari Santri (Ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Peringatan Hari Santri (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) telah menyelenggarakan Muktamar Pemikiran Santri Nusantara di Ma’had Aly Saidussiddiqiyah, Jakarta Barat pada 28-30 September 2019. Muktamar yang digelar sebagai rangkaian acara memperingati Hari Santri 2019 itu menghasilkan modalitas pesantren dalam mewujudkan perdamaian dunia.

Penanggung jawab pelaksana kegiatan Muktamar Pemikiran Santri, Aceng Abdul Aziz menyampaikan, Muktamar yang ditutup pada Ahad (29/9) malam, salah satunya menghasilkan modalitas. Pertama, modalitas dalam bidang pendidikan. Rekomendasinya, memberikan pemahaman nilai-nilai Islam washathiyyah dalam beragama dan bernegara

Kemudian memberikan pemahaman pendekatan fiqh sosial dengan konsep fiqih KH Sahal dan ushul fiqh multicultural KH Abdurrahman Wahid yang dapat menjadi alternatif solusi keumatan. "Memberikan bekal kepada santri untuk dapat mengatasi konflik yang berada di masyarakat melalui pemberian keterampilan manajemen konflik dan berorganisasi dengan konsep Kiai Ali Maksum," kata Aceng kepada Republika, Senin (30/9).

Ia menyampaikan, yang kedua modalitas dalam bidang dakwah. Rekomendasinya, melalui jaringan alumni dan kepemimpinan kiai pesantren dapat menyebarkan pesan damai kepada dunia. Mengedepankan dakwah Islamiyah yang damai, santun tanpa aroma agresi.

Kemudian menyebarluaskan pesan-pesan damai ulama Nusantara melalui media sosial dan elektronik. Memaksimalkan peran ulama sebagai fasilitator dalam mengatasi konflik di masyarakat. Serta bersikap akomodatif dan longgar terhadap budaya lokal.

"Ketiga, modalitas pemberdayaan umat, social capital. (Direkomendasikan) pesantren harus berdaya dalam kemasyarakatan, mampu menjadi agent of change, agen kontrol sosial, dan mampu memproduksi agen-agen perdamaian," ujarnya.

Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Aly dari Kemenag ini mengatakan, melalui kegiatan Muktamar Pemikiran Santri Nusantara, para santri dapat menampilkan aksinya tidak hanya sebatas cakap dalam masalah agama. Tapi juga cakap sebagai generasi intelektual masa kini yang menguasai berbagai bidang kajian keilmuan.

Muktamar terbagi dalam dua bentuk di antaranya Call for Papers dan Panel Sesion. Kegiatan tersebut diikuti oleh 126 peserta santri dan alumni pesantren dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda, seperti kiai, ustaz, peneliti, dosen, dan mahasiswa atau mahasantri.

Pada Muktamar bertema 'Santri Mendunia: Tradisi, Eksistensi, dan Perdamaian Global' ini panitia menerima 547 naskah Call for Papers, tapi hanya 126 naskah yang terpilih. Para peserta Muktamar mempresentasikan penelitian di bidang kajian yang terbagi ke dalam tujuh subtema. Pertama, santri dan wajah ramah pesantren di dunia.

Kedua, pedagogi pesantren dan perdamaian dunia. Ketiga, modalitas pesantren dalam mewujudkan perdamaian dunia atau pesantren’s capitals in promoting peaceful). Keempat, pesantren dan resolusi konflik. Kelima, santri, cyber war dan soft literacy. Keenam, akar moderasi dan perdamaian (as-Silm) dalam tradisi Kitab Kuning. Ketujuh, kesusastraan dan pesan damai pesantren.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement