Kamis 03 Oct 2019 19:29 WIB

Munculnya Isu Keraguan Terhadap MBS di Lingkaran Elite Saudi

Keraguan terhadap MBS muncul pascaserangan Saudi Aramco.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nashih Nashrullah
Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman
Foto: The Telegraph
Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Beberapa anggota kerajaan dan elite bisnis Arab Saudi dilaporkan mengeluhkan kebijakan Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman (MBS). Hal itu muncul sejak fasilitas minyak Saudi Aramco diserang pada 14 September lalu. 

Serangan terhadap Aramco telah memicu kekhawatiran dari sejumlah kalangan terkemuka dari keluarga Al Saud. Mereka mempertanyakan tentang kemampuan Pangeran MBS dalam mempertahankan dan memimpin negara eksportir minyak terbesar di dunia tersebut. 

Baca Juga

Serangan terhadap Aramco juga memicu ketidakpuasan di antara beberapa kalangan elite bisnis Saudi yang memiliki koneksi ke Kerajaan. Mereka berpendapat Pangeran MBS telah mengejar sikap terlalu agresif terhadap Iran. 

"Ada banyak kebencian (tentang kepemimpinan Pangeran MBS). Bagaimana mereka tidak dapat mendeteksi serangan itu (Aramco)?" ujar seorang elite bisnis Saudi yang enggan dipublikasikan identitasnya, dikutip laman Aljazirah. 

Menurut dia, ada beberapa orang di kalangan elite bisnis Saudi yang tak percaya pada Pangeran MBS. Menurut Aljazirah, hal itu dikonfirmasi empat sumber lainnya dan seorang diplomat senior asing. 

Menurut seorang pengusaha terkemuka Saudi, beberapa bangsawan telah memandang Pangeran Ahmed bin Abdulaziz Al Saud (77 tahun), satu-satunya saudara Raja Salman yang masih hidup, sebagai alternatif yang mungkin memperoleh dukungan untuk memimpin dari anggota keluarga Al Saud, aparat keamanan, dan beberapa kekuatan Barat. 

"Mereka semua memandang Ahmed untuk melihat apa yang dia lakukan. Keluarga itu terus berpikir dia adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkan mereka," kata pengusaha tersebut. 

Pangeran Ahmed adalah satu dari tiga anggota keluarga Al Saud yang duduk di Dewan Kesetiaan. Menurut dua sumber di lingkaran Kerajaan, para anggota Dewan Kesetiaan menentang penobatan Pangeran MBS menjadi putra mahkota pada 2017. 

Namun belum ada bukti kuat bahwa Pangeran Ahmed bersedia memainkan peran itu. Dia pun belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar terkait isu ini. 

Kendati demikian, seorang sumber yang loyal pada Pangeran MBS menegaskan bahwa serangan terhadap fasilitas minyak Aramco tak mempengaruhi posisi putra mahkota sebagai penguasa potensial. "Karena dia (Pangeran MBS) berusaha menghentikan ekspansi Iran di kawasan. Ini adalah masalah patriotik dan karenanya dia menang. Jadi dia tidak akan dalam bahaya, setidaknya selama ayahnya (Raja Salman) masih hidup," ujar dia. 

Peneliti senior dari di Chatam House, sebuah lembaga think-tank yang berbasis di London, Inggris, Neil Quilliam, menilai serangan terhadap Aramco memang cukup mengguncang Saudi, termasuk Pangeran MBS. Sebab dia diketahui turut menjabat sebagai menteri pertahanan Saudi. 

Oleh sebab itu, suatu kewajaran jika kemampuan Pangeran MBS mengamankan Saudi dipertanyakan. "Ada kepercayaan yang semakin menurun pada kemampuannya untuk mengamankan negara, dan itu adalah konsekuensi dari kebijakannya," kata Quilliam.   

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CBS dalam program “60 Minutes” yang ditayangkan pada Ahad lalu, Pangeran MBS menyatakan enggan menempuh opsi militer untuk menghadapi Iran. 

Pernyataannya berkaitan dengan dugaan Iran sebagai dalang serangan terhadap fasilitas minyak Aramco pada 14 September lalu. “Solusi politik dan damai jauh lebih baik daripada solusi militer,” kata dia.  

Menurut dia, perang antara Saudi dan Iran dapat menghancurkan perekonomian global, terutama terkait harga minyak dunia. “Pasokan minyak akan terganggu dan harga minyak akan melonjak ke angka yang sangat tinggi yang belum pernah kita lihat dalam hidup kita,” ucapnya.  

Pangeran MBS menjelaskan kawasan Timur Tengah mewakili sekitar 30 persen dari pasokan energi dunia, 20 persen dari bagian perdagangan global, dan empat persen dari produk domestik bruto dunia. “Bayangkan ketiga hal ini terhenti. Ini berarti kehancuran total ekonomi global, bukan hanya Arab Saudi atau negara-negara Timur Tengah,” ujarnya. 

Dalam wawancara tersebut, Pangeran MBS juga mendesak Iran menyetop dukungan terhadap kelompok pemberontak Houthi Yaman. Houthi diketahui mengklaim sebagai aktor yang melancarkan serangan ke fasilitas Aramco.

Pangeran MBS mengaku menyambut pengumuman gencatan senjata oleh Houthi beberapa hari lalu. Ia menilai itu merupakan langkah positif untuk menuju dialog politik. “Hari ini kami membuka inisiatif untuk semua solusi politik di Yaman. Kami berharap ini terjadi hari ini daripada esok,” kata dia. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement