REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong peningkatan produksi baja dalam negeri, khususnya pabrik baja yang ada di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendorong para pelaku usaha untuk beradaptasi dengan dunia digital dalam revolusi industri 4.0.
Staf Khusus Menteri Perindustrian Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Pelaku Usaha, I Gusti Putu Suryawirawan mengapresiasi upaya digitalisasi industri baja di PT Tata Metal Lestari, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Dalam kunjungannya, ia juga mendorong agar teknologi digital yang telah diaplikasikan dapat mendukung peningkatan produksi.
"Kita melakukan kunjungan ke Pabrik PT Tata Metal Lestari yang sudah menerapkan industri 4.0. Ciri-cirinya adalah adanya peralatan yang terhubung dengan sensor-sensor, di mana input data tidak lagi manual, tapi sudah menggunakan peralatan elektronik," kata Putu kepada awak media, Jumat (4/10).
Kebutuhan baja nasional mencapai 13-14 juta ton per tahunnya. Sedangkan kapasitas produksi baja dalam negeri baru mencapai enam hingga tujuh juta ton.
"Di era globalisasi sekarang ini persaingan semakin ketat. Permintaan konsumen juga semakin beragam, semuanya harus bisa dipenuhi dengan cepat agar konsumen tidak beralih ke produk lain," kata dia.
Dengan adanya peningkatan tersebut, Putu berharap, kebutuhan baja nasional dapat dipenuhi oleh pelaku usaha dalam negeri. Ia menuturkan, persaingan industri baja semakin kompetitif dengan adanya kelebihan produksi baja dari Cina.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan, kekurangan produksi baja dalam negeri tersebut memaksa pelaku industri untuk menggunakan baja impor. Selain itu, Kemenperin juga masih menemukan pelaku impor baja yang memanfaatkan celah terkait dengan kekurangan produksi baja tersebut.
Wakil Presiden Tata Logam, Stephanus Koeswandi menyambut positif dorongan tersebut. Dalam waktu dekat ia akan memperluas unit untuk memproduksi baja lapis zinc-alumunium dengan merk Nexalume. Rencananya, unit tersebut akan mulai beroperasi pada 9 Oktober 2019.
Pabriknya selama ini telah memproduksi baja sebesar 225 ribu ton per tahun. Sementara terkait nilai investasi yang dihasilkan mencapai Rp 1,5 triliun. "Awalnya kami sebagai pemain hilir, yakni produsen genteng metal dan baja ringan. Saat ini, sudah meningkat sebagai produsen bahan baku untuk genteng metal dan baja ringan," kata Stephanus di depan para hadirin.
Terkait dengan penggunaan teknologi digital dalam produksi baja, Wakil Presiden PT Tata Metal Lestari itu menceritakan, pihaknya telah mengoperasikan mesin otomatis berbasis DNA (Device, Network, Application). Dengan teknologi tersebut, ia mengaku, kemampuan produksi akan memiliki tingkat akurasi dan kecepatan yang baik.
"PT Tata Metal Lestari mampu memproduksi hingga ketebalan 2,5 milimeter," ucapnya.