REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perusahaan baja terbesar dunia, ArcellorMittal, mengaku sangat terdampak konflik Rusia-Ukraina. Krisis kedua negara ini disebut menyebabkan perusahaan sulit mendapatkan bahan baku.
Ukraina merupakan salah satu negara tempat ArcellorMittal memproduksi baja dan bijih besi. Dilansir Bloomberg, pada 2021 pabrik di Ukraina mampu memproduksi 4,9 juta ton baja dan tambang yang menghasilkan 11,7 juta ton bijih besi.
Penjualan baja ArcellorMittal di Ukraina dan Rusia mencapai 2,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 35,75 triliun pada tahun lalu. Konflik antara Rusia dan Ukraina, diakui ArcellorMittal, membuat perusahaan mempertaruhkan potensi penjualan baja di Ukraina yang totalnya mencapai 4,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 58,63 triliun.
Sanksi yang diberikan sejumlah negara terhadap Rusia memengaruhi sumber bahan baku perusahaan. Awal bulan ini, perusahaan mengumumkan akan menghentikan operasi pembuatan baja di pabrik Kryvyi Rih untuk memastikan keselamatan karyawan setelah Rusia menyerbu negara itu.
ArcelorMittal memperkirakan, konsumsi baja global pada 2022 akan tumbuh antara 0 persen hingga 1 persen. Menurut perusahaan, dampak invasi masih akan terasa pada tahun ini.