REPUBLIKA.CO.ID, Peta dunia sebelum Muhammad SAW diutus sebagai nabi dan rasul sangatlah kompleks. Syekh Manna Khalil al-Qaththan, dalam kitabnya yang berjudul Tarikh Tasyri’ al-Islami menceritakan bagaimana pada abad ke-6 Masehi.
Dunia dipimpin dua negara besar yang letaknya tidak jauh dari jazirah Arab. Dua negara besar ini adalah Persia yang terletak di di sebelah Timur Laut Jazirah Arab dan Romawi posisinya membentang di bagian Utara dan Barat Jazirah Arab.
"Yang masing-masing negara-negara besar tersebut memiliki peradaban yang mencakup ilmu undang-undang dan ideologi yang mereka anut," kata Syekh Manna.
Di Persia, para Khasrau atau raja Persia silih berganti memimpin wilayah yang ada di sekeliling mereka. Para raja itu membangun peradaban yang mereka namakan dengan peradaban Persia. Negara paling akhir yang memegang tampuk kepemimpinan negara Persia sebelum datangnya Islam adalah negara Sasaniyah.
"Kepemimpinan Sasaniyah bermula pada 226 M, dan berakhir pada 651 M di saat kaum Muslimin menguasai mereka," katanya.
Syekh Manna mengatakan orang-orang Persia dikenal sebagai masyarakat yang suka menyembah fenomena natural. Ajaran-ajaran Zoroaster atau orang yang dianggap sebagai nabi oleh orang Persia berdiri atas dasar bahwa ada perbedaan dan perselisihan antara kekuatan-kekuatan yang saling berseberangan seperti cahaya, kegelapan, kesuburan, kegersangan dan seterusnya.
Menurut Zoroaster bahwa di dunia ini ada dua sumber atau tuhan. Pertama tuhan kebaikan dan tuhan keburukan. Kedua tuhan tersebut selalu berada dalam lingkup perselisihan. Masing-masing dari tuhan tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam urusan penciptaan.
Sumber atau tuhan kebaikan adalah cahaya. Cahaya inilah yang menciptakan segala sesuatu yang indah, baik dan bermanfaat, seperti penciptaan hewan yang bermanfaat dan burung-burung yang indah. Sementara tuhan keburukan adalah kegelapan yang menciptakan segala keburukan yang ada di dunia, seperti hewan yang buas, ular serangga, dan semisalnya pada ujungnya keselamatan hanya akan diperoleh oleh tuhan kebaikan.
Zoroaster juga berpendapat bahwa manusia memiliki dua kehidupan, yaitu kehidupan pertama di dunia dan kehidupan kedua setelah kematian. Manusia akan memetik hasil sesuai amalan yang mereka kerjakan di dunia. Berdirinya hari kiamat semakin dekat ketika tuhan kebaikan dapat menyalahkan tuhan keburukan.
Orang Persia menjadikan api sebagai simbol tuhan kebaikan. Mereka menghidupkannya di setiap tempat ibadah mereka dan memberikan pembelaan terhadapnya agar lebih kuat dan menang atas tuhan keburukan.
Ajaran-ajaran Mani yang menyebar di manawiyah memiliki kesamaan dengan ajaran ajaran Zoroaster. Meskipun di sana ada perbedaan tetapi hanya sedikit.
Namun, sekitar tahun 487 M muncul seorang yang bernama Mazdak di Persia. Dia menyerukan dakwah kesyirikan model baru kepada manusia. Mazdak berpendapat sebagaimana pendapat Zoroaster mengenai cahaya dan kegelapan.
Hanya saja ajaran-ajaran yang ia pegang adalah ajaran sosialisme. Oleh karena itu ia berpandangan bahwa seluruh manusia dilahirkan dengan kondisi dan cara yang sama maka seharusnya mereka hidup dalam kesetaraan terutama dalam urusan harta dan wanita.
"Syahrastani berkata mazdak melarang manusia melakukan penyimpangan saling membenci dan peperangan ketika ia merasa bahwa harta dan wanita menjadi Sebab utama terjadinya penyimpangan dan peperangan maka dia menjadikan wanita dan harta halal bagi siapa saja yang menjadikan seluruh manusia bersekutu dalam menikmatinya sebagaimana mereka bersekutu dalam menggunakan air makanan dan api," kata Syekh Manna.
Pada masa pemerintahan Sasaniyah, Persia memiliki undang-undang yang mengandung hukum purusa seperti pernikahan, hukum kepemilikan, perbudakan, dan sebagian urusan urusan yang bersifat umum.