Rabu 09 Oct 2019 08:02 WIB

Sanksi Penunggak BPJS Tunggu Inpres

Inpres mengatur pembatasan bagi penunggak iuran mengakses layanan publik pemerintah.

Red: Budi Raharjo
Petugas BPJS Kesehatan menunjukan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) online miliknya di kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Petugas BPJS Kesehatan menunjukan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) online miliknya di kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mencari cara untuk mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan. Selain berencana menaikkan iuran mulai tahun depan, pemerintah sedang menyiapkan payung hukum berupa instruksi presiden (inpres) untuk memberikan sanksi bagi para peserta yang menunggak iuran.

Inpres itu bakal mengatur pembatasan bagi penunggak iuran untuk mengakses layanan publik dari pemerintah, seperti perpanjangan paspor, surat izin mengemudi (SIM), pengajuan kredit kepemilikan rumah (KPR), hingga pengajuan administrasi pertanahan. Sanksi tersebut menyasar segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) yang iurannya tidak dibayarkan secara rutin oleh peru sahaan.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, penerapan sanksi diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan peserta dalam membayarkan iuran. "No premi no njaluk service (minta servis). Kalau enggak begitu, gampang saja ndak bayar (iuran)," ujar Mardiasmo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (8/10).

Jenis-jenis pelayanan publik yang akan dibatasi, kata Mardiasmo, bergantung pada ringan dan beratnya kesalahan yang dibuat oleh penunggak iuran. Mardiasmo menyampaikan, Kemenkeu akan melakukan pemetaan profil peserta BPJS Kesehatan yang dikoneksikan dengan BPJS Ketenagakerjaan hingga Direktorat Jenderal Pajak. "Kalau profil mereka kaya raya, belum bayar pajak, tapi menikmati asuransi BPJS, kan ndak pas," kata Mardiasmo.