REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Embung Nglanggeran di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengering akibat musim kemarau panjang yang melanda wilayah ini.
Salah satu pengelola Gunung Api Purba Nglanggeran, Aris Triyono mengatakan Embung Nglanggeran yang selesai dibangun sejak 2013 lalu ini mengalami penyusutan air sejak April lalu, dan mengering sejak dua bulan terakhir.
"Embung Nglanggeran mengalami kering kerontang baru dua kali, yakni pada 2018 dan 2019. Sebenarnya, setiap tahun volume air menyusut dan menyisakan 1 sampai 2 meter. Namun, dua tahun terakhir kemarau panjang banget, jadi kering," kata Aris di Gunung Kidul, Rabu (9/10).
Ia mengatakan embung seluas kurang lebih lebih 2.400 meter ini berfungsi sebagai cadangan air untuk mengairi kebun buah. Setiap hari petani dan warga sekitar mengambil air dari embung karena memang fungsi awal digunakan untuk mengairi kebun buah. Di sekitar embung Nglanggeran, ada ribuan tanaman durian dan kelengkeng yang ditanam beberapa tahun lalu.
"Biasa disalurkan di sana itu air dari bawah Kampung Pitu. Sekarang, ya, tidak dialirkan karena di sana juga difungsikan," katanya.
Meski habisnya air itu untuk menyirami durian yang tumbuh di sekitar embung, Aris mengatakan Embung Nglanggeran tetap dikunjungi wisatawan. Kondisi embung kering bisa menjadi daya tarik sendiri.
"Jumlah kunjungan wisatawan memang tidak sebanyak seperti awal-awal. Namun, tetap ada wisatawan yang berkunjung," katanya.
Salah seorang wisatawan asal Wonosari, Ridho menyayangkan kondisi embung Nglanggeran mengalami kekeringan yang parah. Ia berharap pengelola berinovasi supaya air tetap terjaga dan tetap menjadi tujuan wisatawan.
"Embung ini tujuannya awal untuk menampung atau memanen air hujan, sehingga perlu ada cara lain untuk panen air saat tidak hujan," katanya.