Kamis 10 Oct 2019 07:59 WIB

Tak Semua Kecelakaan Ditanggung BPJS

Pemerintah sedang jorjoran mencari cara menambal defisit BPJS Kesehatan.

Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyindir perilaku masyarakat, khususnya karyawan perusahaan, yang terlalu bergantung pada BPJS Kesehatan dalam pembiayaan pengobatan. Alasannya, ujar Mardiasmo, sumber pembiayaan pengobatan bisa berasal dari jenis asuransi selain BPJS Kesehatan yang kini dilanda defisit keuangan hingga puluhan triliun rupiah.

"Kalau orang kecelakaan karena pekerjaan kan ditanggung BPJS Ketenagakerjaan. Kalau dia kecelakaan di jalan kan Jasa Raharja yang nanggung," ujar Mardiasmo, Selasa (8/10). Belum lagi, ujar Mardiasmo, aparatur sipil negara (ASN) juga memiliki asuransi Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun).

Sementara itu, TNI dan Polri ditanggung oleh Asabri. "Kalau yang kecelakaan kerja ASN, Polri, TNI kan ASN ada Taspen, TNI-Polri ada Asabri. Jadi, jangan dibayar semuanya BPJS Kesehatan," kata Mardiasmo.

Pemerintah memang sedang jorjoran mencari cara untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Kiwari, pemerintah sedang merancang instruksi presiden (Inpres) yang isinya berupa pembatasan bagi penunggak iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk mengakses layanan publik dari pemerintah, seperti perpanjangan paspor, SIM, pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR), hingga pengajuan administrasi pertanahan.

Mardiasmo sebelumnya menegaskan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dan berkelanjutan. "Sebenarnya, saya sudah bolak-balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS, dan selama itu, penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir," kata Mardiasmo.

Mardiasmo menjelaskan, terdapat tiga hal yang harus dilakukan dalam menjamin keberlanjutan pelayanan program JKN-KIS selain kenaikan ituran. Pilihan pertama adalah perbaikan sistem dan manajemen JKN. Yang kedua adalah mengelola pengeluaran dalam pelayanan.

Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani belum banyak berkomentar soal rencana kenaikan BPJS Kesehatan per Januari 2020 mendatang. Saat menjabat sebagai Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan merupakan salah seorang pengaju kenaikan tersebut.

"Yang pasti kan PBI (penerima bantuan iuran) tetap ditanggung negara walaupun kenaikan sampai dua kali. Jadi, peserta 96,8 juta itu kan tetap ditanggung negara, ditanggung pemerintah. Yang kelas I dan kelas II ini kan kenaikannya sebagian besar dari mereka itu untuk bisa menjaga kesehatannya secara preventif," kata Puan, Rabu (9/10).

Terkait tindakan yang akan diambil dirinya sebagai Ketua DPR RI, Puan mengatakan, dirinya belum mendapatkan masukan terkini terkait koordinasi terakhir antara BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Kemenko PMK. Puan mengaku hanya mengetahui rekomendasi periode sebelumnya bahwa BPJS Kesehatan harus memperbarui kinerja, terutama dalam bidang manajemen.

"Nah, tentu saja ke depannya ini kalau sudah terbentuk komisi dan alat-alat kelengkapan, saya akan mendengarkan lagi masukan itu sudah sampai mana. Kan sampai hari ini rencana tersebut baru akan dilakukan nanti pada 1 Januari," ujar Puan. n sapto andika candra/arif satrio nugroho, ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement