Kamis 17 Oct 2019 16:47 WIB

Bupati Akui Larang Pengungsi Keluar Wamena dengan Hercules

Pemkab Wamena membatasi warga yang menggunakan Hercules mengungsi ke Jayapura.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Pengungsi berjalan menuruni pesawat Hercules TNI AU ketika tiba di Bandar Udara Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Kamis (10/10/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pengungsi berjalan menuruni pesawat Hercules TNI AU ketika tiba di Bandar Udara Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Kamis (10/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, WAMENA — Pemerintah Daerah (Pemda) Jayawijaya mengakui tak memberikan izin kepada para pengungsi kerusuhan yang bertahan di Wamena untuk turun mengungsi ke Jayapura dengan menggunakan pesawat Hercules milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Bupati Jhon Richard Banua menerangkan, penolakan pemberian izin itu karena instruksi dari Jakarta.

“Begini. Kita sendiri (Pemda Wijaya) dari Bapak Menko Polhukam, Panglima TNI, dan Kapolri, saat kunjungan itu mengatakan, untuk Hercules hanya membantu teman-teman kita yang sudah mengungsi ke Jayapura untuk kembali ke Wamena,” kata Jhon, kepada Republika, pada Kamis (17/10).

Baca Juga

Ia menerangkan, instruksi tersebut membuat Pemda Jayawijaya yang berkantor di Kota Wamena, melakukan pembatasan untuk warganya menggunakan Hercules turun mengungsi ke Jayapura.

“Jadi ada warga juga yang meminta supaya jangan Hercules ini memuat pengungsi yang dari Wamena keluar,” terang Jhon. Sementara ini, kata dia, Hercules hanya memfasilitasi para warga yang mengungsi untuk kembali ke Wamena via Sentani-Jayapura.

“Hercules yang ada ini, dari Jayapura untuk mengantar saudara-saudara kita yang mengungsi keluar dari Wamena, untuk dikembalikan ke Wamena dari Jayapura. Begitu ya,” sambung Jhon.

Kerusuhan di Wamena pada 23 September merenggut nyawa 33 warga pendatang dan warga asli Papua. Pada Sabtu (12/10), angka korban bertambah setelah satu warga Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) meninggal dunia ditikam oleh orang tak dikenal di Wouma. Rangkaian aksi kerusuhan dan penikaman, memicu aksi eksodus warga keluar dari Wamena.

Aster Kodim 1702 Kapten Afandi mengungkapkan, angka pengungsi keluar dari Wamena mencapai 17.539 orang. Di Wamena sendiri, sempat ada sekitar seribuan pengungsi yang belum berani kembali ke rumah masing-masing lantaran kerusuhan berlanjut.

Kerusuhan di Wamena, sempat mendesak sejumlah pejabat tinggi negara dari Jakarta terbang ke kota Lembah Pegunungan Tengah Papua itu, pada pekan lalu. Menko Polhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada Selasa (8/10) sempat mengunjungi Wamena. Wiranto, saat kunjungan itu menegaskan, agar warga yang mengungsi keluar kembali ke Wamena. Karena kata dia, situasi di kota tersebut, sudah aman. Akan tetapi, kasus penikaman warga pendatang pekan lalu, kembali memicu ketakutan.

Akhir pekan lalu, sejumlah warga yang hendak mengungsi keluar dari Wamena, mengharapkan adanya penerbangan Hercules menuju ke Jayapura. Pada Senin (14/10), masih ada warga asal Toraja, dan warga asli Papua yang ingin keluar Wamena menuju ke Sulawesi dan Nabire dengan menumpang pesawat Hercules.

Akan tetapi, setibanya para warga itu di Lanud Manahua, Wamena, otoritas TNI AU menolak menerbangkan para warga tersebut. Selain karena tak ada penerbangan ke Nabire, para pengungsi juga diharuskan mendapatkan izin dan membawa surat permintaan keluar Wamena dari bupati.

Jhon menerangkan, meskipun tak mengizinkan para warganya keluar dari Wamena dengan menggunakan Hercules, akan tetapi ia menegaskan tak menghalangi para warga yang turun ke Jayapura dengan pesawat komersil.  “Kalau dari Wamena ikut pesawat komersil, silakan saja. Kami tidak larang. Kalau Hercules-nya itu, khusus untuk membantu warga kita yang sudah mengungsi keluar dari Wamena untuk kembali ke Wamena,” sambung Jhon.

Ia pun menegaskan, tak pernah menebalkan larangan bagi para warga yang merasa tak aman lagi tinggal di Wamena, untuk turun mengungsi ke Jayapura, atau ke kampung halaman. “Itu (larangan mengungsi) itu tidak benar. Silakan saja. Hanya saja, silakan dengan pesawat komersil. Begitu ya,” ujar Jhon.

Namun penerbangan komersil dari Wamena menuju ke Jayapura, inipun sebetulnya sulit. Sejak kerusuhan 23 September, sempat tak ada maskapai yang terbang dari Wamena. Setelah kasus penikaman warga Toraja akhir pekan lalu, hanya ada satu maskapai penerbangan yang membuka rute turun dari Wamena ke Jayapura pada jam penerbangan sore.

Itu pun tak tiap hari ada. Harganya, pun relatif tinggi di angka sekitar Rp 800 ribuan. Padahal biasanya, penerbangan dari Wamena ke Jayapura, ada dua maskapai.

Meski demikina, Jhon melanjutkan, harapannya agar para warga pendatang yang sudah mengungsi, kembali ke Wamena.

Karena ia meyakini, situasi di Wamena saat ini, sudah kondisi yang aman dan kondusif. Kata dia, aktivitas warga sudah berlangsung normal, meskipun aktivitas perekonomian belum pulih karena para pedagang pendatang belum kembali. Pun yang bertahan belum berani untuk membuka unit-unit usahanya untuk berdagang pada jam-jam yang normal.

“Memang setelah kerusuhan 23 (September) itu, situasinya sudah aman. Tetapi kembali tegang setelah penikaman (12/10). Dan saat ini, situasinya sudah kembali kondusif,” ujar Jhon menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement