Rabu 23 Oct 2019 09:21 WIB

Naruhito Kaisar Jepang Pertama yang Lahir Usai Perang Dunia

Karena dia masih muda dan enerjik dengan kepemimpinan yang luar biasa.

Kaisar Naruhito meninggalkan aula setelah upacara penobatan di Imperial Palace di Tokyo, Selasa (22/10).
Foto: Kimimasa Mayama/Pool Photo via AP
Kaisar Naruhito meninggalkan aula setelah upacara penobatan di Imperial Palace di Tokyo, Selasa (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Fergi Nadira

Baca Juga

Kaisar Jepang Naruhito resmi menyatakan naik takhta dalam upacara tradisional yang disaksikan oleh pejabat tinggi lebih dari 180 negara. Kaisar Naruhito (59 tahun) berjanji untuk memenuhi tugasnya sebagai simbol negara.

Kaisara Naruhito mengemban tugas resmi pada Mei dalam upacara simbolis yang singkat. Kali ini, upacara tradisional diadakan lebih besar dan rumit di istana kekaisaran di mana dia secara resmi mengumumkan perubahan statusnya kepada dunia.

"Saya bersumpah akan bertindak sesuai dengan konstitusi dan memenuhi tanggung jawab saya sebagai simbol negara dan persatuan rakyat," kata suami dari Permaisuri Masako ini dengan suaranya yang agak serak. Pidatonya didengarkan di depan sekitar 2.000 peserta, termasuk Wakil Presiden Indonesia yang baru dilantik KH Ma'aruf Amin dan juga Pangeran Charles dari Inggris.

"Saya dengan tulus berharap bahwa Jepang akan berkembang lebih lanjut dan berkontribusi pada persahabatan dan kedamaian komunitas internasional, dan untuk kesejahteraan dan kemakmuran manusia melalui kebijaksanaan rakyat dan upaya tanpa henti," Naruhito melanjutkan.

Naruhito merupakan kaisar Jepang pertama yang lahir setelah Perang Dunia II. Dia naik takhta ketika sang ayah Akihito menjadi raja Jepang pertama yang turun takhta dalam dua abad. Pengunduran diri Akihito disebabkan usia yang membuatnya sulit untuk melakukan tugas resmi.

"Karena dia masih muda dan enerjik dengan kepemimpinan yang luar biasa, saya berharap dia akan mendukung orang-orang Jepang, yang telah menghadapi bencana dan topan yang berkelanjutan," kata Tomoko Shirakawa (51 tahun) yang berada di antara kelompok-kelompok kecil di luar istana.

Perayaan arak-arakan yang telah lama direncanakan setelah penobatannya itu ditangguhkan oleh sebab masih dibayangi dampak Topan Hagibis yang menewaskan sedikitnya 80 orang. Parade publik ditunda hingga bulan depan untuk memungkinkan pemerintah mencurahkan perhatiannya pada normalisasi seusai bencana.

photo
Kaisar baru Jepang Naruhito dalam pakaian putih memulai prosesi penobatan

Sementara itu, cuaca buruk Selasa memaksa istana untuk mengurangi jumlah anggota istana dengan jubah kuno yang mengambil bagian dalam upacara halaman meskipun langit cerah saat upacara itu dimulai.

Naruhito memulai upacara hari ini dengan "melaporkan" penobatannya kepada leluhur kekaisarannya di salah satu dari tiga tempat suci di halaman istana. Dia mengenakan hiasan kepala hitam dan jubah putih dengan kereta panjang ditemani oleh seorang pelayan.

Dia kemudian diikuti oleh Permaisuri Masako (55 tahun) istrinya yang berpendidikan Harvard, mengenakan jubah putih berlapis 12 dan didampingi oleh dua wanita dengan jubah ungu.

Untuk upacara utama di Matsu-no-Ma, atau Hall of Pine, ruangan paling bergengsi di istana, Naruhito mengenakan jubah tradisional berwarna oranye dan hiasan kepala, seperti yang dilakukan ayahnya hampir tiga dekade lalu.

Penobatan Naruhito dilakukan di "Takamikura" (paviliun setinggi 6,5 meter yang beratnya sekitar 8 ton) dengan prasyarat ada pedang kuno dan permata (dua dari Tiga Harta Karun Suci) yang ditempatkan di sampingnya. Konon, kedua benda suci itu telah diturunkan oleh seorang dewi dan dianggap sebagai bukti penting dari legitimasi seorang kaisar.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyampaikan, pidato ucapan selamat di depan para tamu termasuk Pangeran Charles, Menteri Perhubungan Amerika Serikat Elaine Chao dan pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi. Abe kemudian memimpin para pejabat yang berkumpul dalam memberikan tiga sorakan "banzai" untuk Kaisar yang berarti harapan umur panjang untuk sang kaisar.

Meskipun banyak orang Jepang menyambut upacara penobatan, ada juga orang menganggapnya sebagai gangguan. "Tidak perlu upacara rumit seperti itu. Lalu lintas telah dibatasi dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang biasa," kata seorang pensiunan ahli bedah Yoshikazu Arai (74 tahun).

"Kaisar diperlukan sekarang sebagai simbol rakyat, tetapi pada titik tertentu, kaisar tidak lagi diperlukan. Segalanya akan baik-baik saja tanpa seorang kaisar," ujarnya menambahkan. n reuters ed: yeyen rostiyani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement