REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA) meminta pemerintah mengendalikan impor baja, yang semakin marak. Hal itu menyusul rencana Kementerian Perindustrian yang akan menghapus ketentuan surat rekomendasi atau pertimbangan teknis (pertek) pemegang angka pengenal importir produsen (API-P).
"Sebaiknya kebijakan ketentuan pertek yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian tidak dihapus, karena selama ini cukup efektif dalam upaya membendung impor baja yang semakin meningkat seiring dengan perubahan kondisi ekonomi global," kata Ketua IISIA Silmy Karim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (31/10).
Rencana untuk menghapus pertek untuk impor barang modal industri dinilai Silmy sangat berisiko, khususnya bagi industri dasar seperti baja. Ia menjelaskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya, sebelum mengimpor, importir terlebih dahulu harus mendapatkan pertek dari Kementerian Perindustrian.
Selama ini pertek diperlukan sebagai dasar penerbitan surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan. Di dalam permendag tersebut juga diberlakukan ketentuan verifikasi atau penelusuran teknis di negara atau pelabuhan muat oleh surveyor guna untuk memastikan kebenaran dan kesesuaian antara barang yang akan diimpor dengan izin impor yang dikeluarkan sehingga potensi penyimpangan dapat dicegah.
Namun, terbitnya Permendag Nomor 110 Tahun 2018 kemudian disusul dengan keluarnya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 1 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya.
Persetujuan impor dari Kemendag akan diterbitkan berdasarkan pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian bagi perusahaan pemilik NIB (nomor induk berusaha) yang berlaku sebagai API-P dan perusahaan pemilik angka pengenal importir umum (API-U).
Sementara pertimbangan teknis memuat informasi mengenai nomor pos tarif/kode HS; jumlah, jenis dan spesifikasi barang impor; masa berlaku pertimbangan teknis; pelabuhan muat dan/atau negara asal; pelabuhan tujuan impor; dan kegiatan verifikasi oleh surveyor di negara atau pelabuhan muat.
Silmy mengatakan untuk menunjang efektivitas pemberian izin impor, pihaknya telah bekerja sama dengan Kemenperin untuk mengimplementasikan smart engineyaitu sistem IT yang memuat database kemampuan teknis produsen dalam negeri.
"Pemberian rekomendasi/izin impor berupa pertek nantinya akan diperbandingkan dengan database sebelum diterbitkan SPI oleh Kementerian Perdagangan. Sistem ini direncanakan akan diimplementasikan secara resmi dalam waktu dekat," jelasnya.
Menurut Silmy, tiga instrumen non tariff measures (NTM) yang digunakan dalam pengendalian impor yaitu pertimbangan teknis, persetujuan impor dan verifikasi teknis mampu menurunkan impor secara signifikan.
"Di tengah sulitnya menerapkan berbagai bentuk NTM yang lain, kebijakan pengendalian impor atau tata niaga ini sebaiknya tetap dipertahankan atau bahkan dapat diperluas pemberlakuannya untuk produk-produk sektor industri lainnya yang mengalami permasalahan serupa, seperti besi, baja dan produk turunannya," tegas Silmy.