REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim memvonis bebas Analis Muda Perdagangan Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tahan Banurea di kasus impor baja. Tahan dinilai tak bersalah di perkara itu.
Majelis Hakim menilai penuntut umum gagal membuktikan adanya uang masuk hasil kejahatan atau perbuatan melawan hukum oleh Tahan Banurea. Dengan demikian, Majelis Hakim meyakini unsur memperkaya diri, memperkaya orang lain, dan memperkaya korporasi tidak dapat dibuktikan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Tahan Banurea tidak terbukti secara dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama primer maupun subsider dakwaan kedua dan dakwaan ketiga penuntut umum," kata Hakim Ketua Sri Hartati saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (27/3/2023) petang.
Majelis hakim menyebut perkara ini terjadi saat Tahan duduk sebagai Kasubag Tata Usaha (TU) Kemendag periode 2017-2018. Majelis hakim memandang jabatan itu tak membuat Tahan memiliki tugas memverifikasi surat penjelasan impor baja dan turunannya. Dalam pandangan Majelis Hakim, tugas Tahan hanya mencatat, menerima surat dan paraf tanggal dalam buku arsip yang diteruskan kepada Direktur Impor Kemendag.
"Terdakwa tidak pernah memengaruhi atau memasukkan apapun kepada Seksi Barang Aneka Industri atau Kasubdit Barang Baku Aneka Industri sebagai pihak yang membuat konsep Surat Penjelasnan (Sujel). Sehingga dalam surat penjelasan tersebut Tahan Banurea tidak mempunyai kewenangan atau peran dan tidak ada penerimaan baik uang maupun barang," ujar hakim anggota Eko Ariyanto.
Atas putusan ini, Majelis Hakim menginstruksikan jaksa penuntut umum (JPU) agar memulihkan hak Tahan Banurea seperti semula. Tahan mulanya dituntut hukuman 8 tahun penjara dan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 200 juta subsider 4 tahun penjara.
Sementara itu, JPU tidak langsung mengajukan kasasi atas vonis ini. JPU bakal memertimbangkannya lebih dulu. "Soal mengajukan memori kasasi nanti kami bicara dulu dengan pimpinan," kata JPU Adhi.
Di sisi lain, kuasa hukum Tahan, Nila Paramita mengapresiasi putusan Majelis Hakim. Ia meyakini putusan yang diketok Majelis Hakim ini sudah adil bagi kliennya.
"Memang dilihat fakta persidangan tidak ada peran sedikit pun dari Pak Tahan Banurea terhadap kasus ini. Sehingga sudah selayaknya majelis hakim membebaskan klien kami," ujar Nila.
Sebelumnya, kasus korupsi impor baja terkait dugaan adanya pemanfaatan program Pembangunan Strategis Nasional (PSN). Pemanfaatan program PSN dalam impor baja dan besi tersebut dinilai merugikan negara dan perekonomian negara.
Impor baja dan besi tersebut dilakukan dengan modus operandi suap dan gratifikasi lewat pemanfaatan izin impor yang melebihi batas atas barang masuk oleh swasta. Modus dilakukan oleh swasta kepada sejumlah penyelenggara negara di tiga kementerian.
Selain diduga dilakukan di lingkungan Kemendag, modus tersebut juga disinyalir terjadi di Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan di Bea Cukai-Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam penyidikan korupsi impor baja dan besi tersebut, penyidikan Jampidsus Kejagung sudah pernah melakukan penggeledahan dan penyitaan alat-alat bukti, serta uang jutaan rupiah.
Alat bukti itu disita dari kantor Kemendag dan Kemenperin, serta di beberapa perusahaan importir komoditas keras tersebut. Adapun total kerugian negara dan perekonomian negara dalam perkara ini di angka Rp 21 triliun.