REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) sudah melalui pertimbangan matang. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara bahkan meminta masyarakat yang keberatan atas kenaikan iuran untuk membandingkan besaran iuran yang ditarik asuransi swasta.
Suahasil pun menepis anggapan kenaikan iuran justru memberatkan peserta. Menurutnya, besaran iuran sudah disesuaikan dengan manfaat yang didapat oleh peserta BPJS Kesehatan yakni perlindungan kesehatan penuh.
"Sakit, full ditanggung. Ini jelas masyarakat mendapatkan manfaat. Ini terus dilakukan perhitungan berapa sih level dari premi yang sesuai. Nah sekarang kita coba hitung ya, bs dibandingkan kalau kita ke asuransi swasta bayar berapa," ujar Suahasil usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Jokowi di istana, Rabu (30/10).
Mengacu pada dokumen Peraturan Presiden (Perpres) nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, kenaikan iuran untuk PBPU dan BPS berlaku per 1 Januari 2020. Rinciannya, iuran kelas 3 akan naik menjadi Rp 42.000, dari saat ini Rp 25.500.
Iuran peserta kelas 2 akan naik menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000, dan iuran peserta Kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari sekarang sebesar Rp 80.000. Khusus untuk iuran kelas 3 yang ikut naik, Suahasil sekali lagi menyebut sudah ada pertimbangannya.
Perhitungan antara manfaat dan iuran, menurutnya, sudah dipertimbangkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). "Kan dihitung berapa uang yang dikumpulkan dari premi. Lalu kemudian selama periode tertentu berapa yang sakit, sakitnya apa saja. Dijumlahkan biayanya. Harusnya itu manfaatnya. Perbandingan ini yang jadi dasar perhitungan berapa premi," jelas Suahasil.