REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kota Malang mengalami deflasi 0,04 dengan capaian terendah ketiga di Jawa Timur (Jatim). Posisinya masih di bawah Kabupaten Banyuwangi dan Kota Surabaya.
"Dan angka deflasi ini jika dilhat menunjukkan range yang terkendali dan aman karena menurun," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, Sunaryo kepada wartawan di Sukun, Kota Malang, Jumat (1/11).
Menurut Sunaryo, deflasi ini akibat dari penurunan harga di kelompok bahan makanan. Hal ini terutama pada harga telur ayam ras, cabai rawit dan daging ayam ras. Kemudian berlanjut pada harga komoditi sandang seperti emas perhiasan.
Bahan makanan selalu menjadi bobot konsumsi yang besar di masyarakat. Oleh sebab itu, kenaikan maupun penurunan harganya akan memberikan andil cukup siginifikan. "Dan kali ini, bahan makanan ini menunjukkan penurunan," jelasnya.
Berdasarkan data BPS per Oktober 2019, telur ayam ras mengalami penurunan harga sebesar 9,16 persen. Itu artinya turut memberikan andil deflasi sekitar -0,0655 persen. Begitupula harga cabai rawit yang turun sampai 16,54 persen.
Deflasi di Kota Malang sendiri mampu dihambat dengan baik dari beberapa komoditi. Dua di antaranya harga angkutan udara dan obat dengan resep. Keduanya mengalami kenaikan masing-masing sebesar 3,60 persen dan 5,24 persen.
Sementara prediksi dua bulan selanjutnya, Sunaryo berpendapat, Kota Malang akan mengalami kenaikan harga. Menurutnya, kondisi tersebut masih terbilang wajar. "Karena kalau turun terus yang dirugikan petani," tegasnya.
Sunaryo berharap, stabilitas pangan tetap stabil selama sisa akhir 2019. Meski diprediksi naik, ia tetap meminta pemerintah agar tidak terjadi lonjakan harga yang tinggi. Pasalnya, itu akan mengakibatkan penurunan daya beli di masyarakat.
"Dan semoga arus distribusi Malang sebagai kota niaga, jasa, dan pendidikan, ketersediaannya harus terjaga dari pasokan daerah lain," tambahnya.