REPUBLIKA.CO.ID, DRESDEN – Jerman mengkhawatirkan aktivitas anti-Islam sayap kanan di ibu kota Saxony, Dresden. Selama bertahun-tahun, Dresden dianggap sebagai kubu sayap kanan dan tempat asal gerakan Pegida yang anti-Islam.
Anggota Dewan Kota, mengklaim sebagai ibu kota budaya Europena pada 2025 menyetujui resolusi sesuai dengan langkah mana yang harus diambil dalam masalah ini.
"Situasi saat ini merupakan ancaman bagi masyarakat demokratis terbuka," ujar seorang penasihat dari Partai Ultra-kiri Die Partei, Max Aschenbach, seperti dikutip dari New.am, Ahad (3/11).
Aschenbach mengatakan, politisi tidak melakukan upaya yang cukup untuk lebih jelas mengekspresikan posisi mereka tentang masalah ini. Kata Max, resolusi itu menyerukan untuk membantu para korban agresi ultra-kanan, membela minoritas nasional dan memperkuat demokrasi.
Sebelumnya Kota Dresden sendiri telah mendeklarasikan Nazinotstand atau 'Darurat Nazi' dengan menyatakan kota itu memiliki masalah serius dengan politik sayap kanan.
Dresden, ibu kota Saxony, telah lama dipandang sebagai benteng sayap kanan dan merupakan tempat kelahiran gerakan anti-Islam Pegida. "Nazinotstand berarti, mirip dengan keadaan darurat iklim, bahwa kita memiliki masalah serius. Masyarakat demokratis terbuka terancam," tutur Politikus Die Partei.