REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam memulai gerakan dakwahnya, awalnya Said Tuhuleley beserta rekan-rekannya membangun sebuah yayasan yang diberi nama Lembaga Studi Pendidikan Yogyakarta yang terletak di Sambu Tiga.
Kemudian, pada saat yang bersamaan sejumlah tokoh umat yang berada di Yogyakarta mendirikan Yayasan Shalahuddin yang dimotori Amien Rais. Di yayasan ini, ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Direktur Laboratorium Dakwah.
Aktivitas Said Tuhuleley selanjutnya, yaitu di Padepokan Budi Mulia.Di lembaga ini, Said menempa tunas-tunas umat khususnya para pemuda dan mahasiswa agar nantinya mereka bisa berkiprah di tengah masyarakat dengan potensi intelektual dan wawasan keislaman yang memadai.
Dalam kuliahnya, Said Tuhuleley selalu menekankan akan pentingnya pemberdayaan bagi kelompok rentan. Tidak hanya itu, Said Tuhuleley juga menerapkan beberapa konsep dak wah, seperti konsep Pelatihan Dak wah Strategis (PDS). Selain itu, Said juga menggagas program Santri Hij rah atau disebut sebagai KKN-nya san tri Budi Mulia, yaitu sebuah ge rakan dalam bidang pemberdayaan di kampungkampung wilayah sekitar Budi Mulia.
Selanjutnya, Said juga menggagas Laboratorium Dakwah (Labda), yang dalam aktivitasnya menerapkan pendekatan keilmuan dalam mengelola program dan kegiatan dakwah yang dilakukan melalui perencanaan cermat berdasarkan hasil-hasil penelitian. Salah satu bentuk penelitian dan perencaan dakwah tersebut ialah pem buatan peta dakwah.
Said Tuhuleley kemudian diajak Amien Rais ke UMY untuk ikut turut serta memperkuat Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masya rakat (LP3M) dan menjadi komandan Divisi Penerbitan, serta dosen tetap Fakultas Teknik yang beberapa tahun kemudian dipindah menjadi dosen tetap Fakultas Agama Islam. Di UMY, Said juga mendapat jabatan sebagai Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknik.
Selanjutnya, Said Tuhuleley mendapat kesempatan berkiprah di Pimpinan Pusat Muhammadiyah selama 20 tahun yang berada pada posisi operator kegiatan, manajer dan konsultan. Pada 2005, akhirnya Said dipercaya menjadi ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dalam dua periode (2005?2010 dan 2015).
Said Tuhuleley mengalami penurun an kesehatan setelah melakukan kunjungan ke beberapa daerah di wilayah Indonesia Timur dalam rangka tugas pemberdayaan umat. Hingga akhirnya ia wafat pada 9 Juni 2015 pada usia 62 tahun. Keesokan harinya, Said dimakamkan di lokasi pemakaman tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya, tepatnya di permakaman kampung Karangkajen, Mergang san, Yogyakarta.
Sewaktu meninggalnya Said Tuhuleley, Prof Din Syamsuddin mengatakan, kepergian Said adalah kehilangan bagi Persyarikatan Muhamma diyah dan bangsa Indonesia. Menurut Din, Said merupakan seorang mu jahid dakwah yang telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk dakwah bagi pemberdayaan dan pemajuan masyarakat.
Warga Muhammadiyah sedang menikmati hasil jerih payahnya dalam pemberdayaan masyarakat lewat MPM yang dipimpinnya. Saya berha rap akan muncul Said Tuhuleley-Said Tuhuleley baru yang akan meneruskan jihad pencerahan almarhum, tulis Din.
Sebagai intelektual, banyak buku yang ditulis Said Tuhuleley, di antaranya Masa Depan Kemanusiaan (2003), Pendidikan: Kemerdekaan Diri, dan Hak Si Miskin untuk Bersekolah (2005), Permasalahan abad XXI: sebuah agenda: kumpulan karangan(1993), dan buku berjudul Profile Anggota Muhammadiyah.