Kamis 07 Nov 2019 13:55 WIB

Kejakgung Selesaikan Tiga Kasus HAM Berat

Tiga kasus HAM berat yang diselesaikan yakni Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut ada 15 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang ditangani. Dari 15 kasus itu, Kejagung mengklaim tiga kasus sudah selesai.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut, tiga kasus yang dianggap selesai itu yakni Kasus Timor Timur pada 1999, Tanjung Priok pada 1984 dan Kasus Abepura tahun 2000.

Baca Juga

"Terdapat 12 perkara HAM yang belum diselesaikan yaitu sebelum UU nomor 26 tahun 2000," kata Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Kamis (7/11).

Kasus yang belum terselesaikan itu meliputi Peristiwa 1965; Peristiwa penembakan misterius (petrus); Peristiwa Trisaksi; Semanggi I dan Semanggi II; Penculikan dan penghilangan orang secara paksa; Peristiwa Talangsari; Peristiwa Simpang KKA; Peristiwa Rumoh Geudong tahun 1989; Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila Banyuwangi tahun 1998.

Pelanggaran HAM berikutnya muncul setelah UU nomor 26 tahun 2000, yakni peristiwa Wasior; peristiwa Wamena; peristiwa Jambu Kepuk dan, Peristiwa Paniai pada 2014. Burhanuddin mengklaim, Kejaksaan Agung sudah melakukan pendalaman berkas 12 perkara yang diperoleh dari penyelidikan Komisi Nasional (Komnas) HAM.

"Tahap penanganan perkara ham yang telah dilakukan 12 perkara hasil penyelidikan Komnas HAM telah dipelajari dan diteliti, hasilnya baik persyaratan formil, materiil, belum memenuhi secara lengkap," kata Burhanuddin.

Burhanuddin menjelaskan status sejumlah kasus tak terselesaikan itu. Misalnya, Peristiwa 1965, Semanggi I dan Semanggi II, disebut Burhanuddin telah dinyatakan hasil rapat paripurna DPR RI bahwa peristiwa tersebut bukan pelanggaran HAM berat.

Sementara perkara Paniai tahun 2014 masih berupa SPDP (surat perintah dimulainya penyelidikan) yang sampai saat ini belum ditindaklanjuti dengan hasil penyelidikan.

"Sehingga tidak sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat 1 ayat 2 UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM," ujar Burhanuddin.

Burhanuddin mengklaim, dalam proses penanganan kasus HAM berat, Kejagung telah melakukan koordinasi intensif dengan dilaksanakannya bedah kasus pada 15-19 Februari 2016 di Novotel Bogor. Dalam bedah itu, enam berkas penyidikan peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya dinyatakan ada kekurangan.

Enam kasus itu yakni peristiwa Trisakti, kerusuhan Mei, peristiwa Penghilangan orang secara paksa, Talangsari, Penembakan Misterius dan Peristiwa 1965.

"Berdasarkan hasil penenelitian bersama diperoleh hasil bahwa terdapat enam berkas penyelidikan terdapat kekurangan formil maupun materill untuk ditingkatkan pada tahap penyidikan," ujar Burhanuddin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement