Jumat 08 Nov 2019 17:42 WIB

Wapres Filipina Protes Pembunuhan dalam Perang Narkoba

Menurutnya, angka pengguna naik meski ada perang narkoba.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Wakil Presiden sekaligus pemimpin oposisi Filipina Maria Leonor 'Leni' Robredo saat wawancara dengan Reuters di Quezon City, Metro Manila, Filipina, 23 Oktober 2019.
Foto: REUTERS/Ronn Bautista
Wakil Presiden sekaligus pemimpin oposisi Filipina Maria Leonor 'Leni' Robredo saat wawancara dengan Reuters di Quezon City, Metro Manila, Filipina, 23 Oktober 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Wakil Presiden Filipina Leni Robredo mengkritik pembunuhan dalam upaya memerangi narkoba. Upaya yang telah dilakukan selama ini ternyata tidak dapat mengurangi jumlah kecanduan narkoba yang angkanya tetap saja naik.

"Ada banyak pembunuhan tidak masuk akal yang menyertai Oplan Tokhang, telah mencapai tingkat ketenaran tertentu. Tokhang adalah perang melawan orang miskin," kata pemimpin oposisi yang kini bertanggung jawab atas perang narkoba.

Baca Juga

Berbicara pada pertemuan pertama, Robredo mengatakan, strategi harus tertuju kepada kesehatan masyarakat ketimbang kejahatan dan operasi polisi yang dikenal sebagai Oplan Tokhang. Tuduhan yang ditunjukkan kepada warga tentang keterlibatan narkoba harus dilakukan secara sah dan berdasarkan bukti.

"Adalah kewajiban kita untuk mengubah pemikiran itu. Mungkin ini saatnya kita berpikir untuk beralih ke sesuatu yang efektif dan tidak ada yang terbunuh tanpa alasan," ujar Leni.

Kecanduan narkoba, menurut Roberdo, adalah masalah nyata di Filipina. Dia menyatakan, Duterte pernah menyatakan delapan juta orang Filipina tergantung pada narkoba. "Saya ingin melihatnya sebagai sinyal terbuka untuk mendengarkan perspektif baru tentang seluruh operasinya," katanya.

Roberdo adalah saingan politik dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang telah lama menjadi kritikus kampanye dalam pemberantasan narkoba. Dia menetapkan keputusan pemberantasan secara brutal karena ribuan orang miskin di kota telah terbunuh, tanpa ada tanda-tanda kemajuan menuju pembongkaran jaringan besar narkoba.

Para ahli hak asasi manusia di dalam dan luar Filipina mengkritik ribuan kematian dalam operasi yang mengakibatkan baku tembak. Polisi mengeksekusi tersangka narkoba berdasarkan laporan intelijen yang tidak kuat dan tuduhan tersebut pun disangkal oleh petugas keamanan.

Robredo diberi jabatan "pemimpin narkorba" oleh Duterte setelah pernyataan yang dibuatnya tentang polisi yang kejam dan ketidakefektifan. Banyak pernyataan skeptis tentang penunjukan itu dalam upaya memperbaiki program pemberantasan narkoba.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement