REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Waktu pembahasan anggaran hingga menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2020 semakin sempit. Proses pembahasan yang saat ini di Komisi menguliti Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS), dikhawatirkan tidak selesai sesuai target.
Sebab, tahapan proses KUA-PPS masih harus berproses ke tahap Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), kemudian menjadi Rancangan APBD, dengan proses pembahasan di Badan Anggaran (Banggar), sebelum akhirnya DPRD memparipurnakan hingga diketok jadi APBD 2020. Sedangkan dalam aturannya APBD sudah harus diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri sebelum 31 Desember 2019.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan proses rasionalisasi KUA-PPAS saat ini masih berjalan di Komisi, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih memperbaiki komponen anggaran yang dianggap tidak sesuai. Setelah KUA-PPAS disepakati, baru menjadi RKA, dibahas di Banggar. Setelah RKA disepakati kemudian kembali dibahas di Komisi menjadi RAPBD.
"Kita terus berjalan gak bisa tunggu waktu yang begitu semakin sempit, kata Sekda Saefullah kepada wartawan usai Apel Hari Pahlawan, Ahad (10/11).
Saefullah mengatakan seharusnya pembahasan KUA-PPAS tahun 2020 sudah disepakati sejak Agustus 2019, sesuai jadwal yang ditentukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun dengan kondisi saat ini, Saefullah mengaku terjadi penyimpangan dari ketentuan Kemendagri mengingat pembahasan baru intensif dilakukan pada akhir Oktober 2019.
"Jadi memang dari kesepakatan yang digariskan Kemendagri, (kami) sudah menyimpang. Sudah tidak taat waktu. Harusnya KUA PPAS sudah selesai Agustus," kata Saefullah.
KUA-PPAS yang disahkan akan menjadi RKA untuk kembali dibahas di tiap-tiap komisi dan menjadi RAPBD. Setelah itu, RAPBD 2020 harus diserahkan ke Kemendagri dengan batas waktu pada 30 November 2019.
"Itu harus selesai, tanggal 30 November harus jadi APBD (RAPBD). Karena 1 Desember, APBD (RAPBD) harus disampaikan ke Mendagri, itu 15 hari evaluasi, setelah itu kembali lagi ke kami tujuh hari eksekutif, lakukan review dan lapor lagi ke DPRD. Ini loh evaluasi Kemendagri," kata Saefullah.
Menurut Saefullah, ada beberapa kendala yang membuat pembahasan molor. Salah satunya pelantikan dan penyusunan alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD DKI Jakarta periode 2019/2024 yang baru dibentuk pada 21 Oktober 2019.
"Salah satu variable (penyebab keterlambatan) pergantian anggota dewan, itu salah satu variablenya," kata Saefullah.
Namun Kemendagri tidak memberi sanksi atas tertundanya pembahasan anggaran itu. Sanksi diberikan jika DKI Jakarta telat memberikan pengesahan RABPD 2020 kepada Mendagri.
"Tidak ada sanksi. Sanksi itu kalau nanti kita tidak bisa menyajikan (menyelesaikan) APBD 2020 pada Desember (31 Desember) itu. Itu sanksinya," ujar Saefullah.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengatakan pembahasan anggaran serta komponen KUA-PPAS di masing- masing komisi tidak bisa selesai dengan cepat karena membutuhkan waktu merasionalisasikan masing masing komponen dalam pembahasannya.
Taufik menyatakan, anggaran yang janggal dalam rancangan KUA-PPAS 2020, pasti akan dicoret. Saat ini, terang dia, pihak DPRD DKI akan terus menyisir anggaran-anggaran yang janggal tersebut dan mencoretnya.
"Kan ternyata gak bisa cepat, karena memang disisir satu- satu. Kekejar, Insya Allah, makanya kita semua siap bahas sampai malam," kata Taufik.
Selanjutnya, lanjut dia, jika pembahasan KUA-PPAS dalam rapat Banggar telah disetujui maka secepatnya penandatangan MoU (Memorandum of Understanding) akan dilakukan oleh Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Kemudian akan dibahas kembali di DPRD sebelum akhirnya diparipurnakan untuk menjadi APBD DKI 2020 dan diserahkan ke Kemendagri.