Senin 11 Nov 2019 13:00 WIB

Hemat Anggaran, KPU Usulkan E-Rekap di Pemilu

E-rekap untuk menghemat anggaran.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Muhammad Hafil
Logo KPU
Foto: beritaonline.co.cc
Logo KPU

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan agar perhitungan hasil pemilu dilakukan secara elektronik atau e-rekap. Hal ini disampaikan sejumlah jajaran komisioner KPU saat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11). 

"Kami mengusulkan penggunaan e-rekap. Jadi, ini harus diubah di tingkat UU. Sehingga hasil pemilu secara elektronik bisa langsung ditetapkan," kata Ketua KPU Arief Budiman di Kantor Presiden, Jakarta. 

Baca Juga

Menurutnya, penggunaan e-rekap ini akan menghemat banyak anggaran, memangkas waktu pengumpulan data hasil pemilu, dan juga mempercepat penetapan hasil pemilu. Ia menjelaskan, proses rekapitulasi dari tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi yang dilakukan secara digital dapat dikirimkan langsung melalui e-rekap ini.  

"Merekap ini dilakukan secara digital, data dikirim langsung masuk tabulasi kita, bisa langsung ditetapkan. Penghematanya cukup besar. Cuma berapa nilainya sangat bervariasi dari masing-maisng daerah," jelas dia.

Dengan penggunaan e-rekap ini maka proses penghitungan suara secara manual pun tak akan dilakukan. Selain itu, juga tak akan membutuhkan banyak kertas dan formulir. Sehingga proses penyelenggaraan pemilu ini juga dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungan. 

Arief menyebut, penggunaan e-rekap ini juga akan lebih transparan sehingga dapat diakses oleh seluruh masyarakat dan penyelenggaraan pemilu semakin profesional. 

"Sekaligus jadi alat kontrol bagi penyelenggara, jangan macam-macam lo ini sudah dipublikasikan, semua orang sudah tau, kalau kamu nakal ketangkap," ujarnya.

Kendati demikian, ia mengaku belum mengetahui berapa banyak anggaran yang dibutuhkan untuk membangun sistem e-rekap ini. Arief juga mengatakan penggunaan e-rekap ini pun juga harus diatur dalam undang-undang jika akan digunakan untuk pemilihan kepala daerah dan juga pilpres nanti. 

"Karena undang-undang masih menentukan yang manual menjadi dokumen resminya," ungkap Arief. 

Selain itu, KPU juga mengusulkan penyediaan salinan hasil penghitungan dalam bentuk digital. Dalam pemilu 2019, KPPS harus menulis ratusan lembar agar seluruh peserta pemilu bisa memperoleh salinan hasil penghitungan. 

"Kami mengusulkan ini diganti dengan penyediaan salinan dalam bentuk digital. Jadi nanti C1 plano yang sudah diisi KPPS dipotret, atau formulir C1 di-scan, lalu hasil scan atau hasil potret itu didistribusikan melalui jaringan elektronik ke seluruh peserta pemilu. Jadi itu nanti dianggap sebagai data atau salinan resmi," jelasnya. 

KPU juga mengusulkan agar dilakukan pemuktahiran data pemilih berkelanjutan. Sehingga dalam penyelenggaraan pemilu berikutnya, proses pengumpulkan data pemilih tak dimulai dari awal.

"Karena setelah pemilu 2020, pilkada 2020 itu kan tidak ada pemilu sampai 2024, jadi kami mengusulkan ada pemutakhiran data pemilih berkelanjutan," kata Arief.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement