REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengajak kelompok moderat untuk ikut memerangi radikalisme agama. Caranya dengan terlibat langsung melakukan kontra narasi di ruang publik.
"Kami mengajak para pelaku moderasi agama untuk terlibat langsung melakukan kontra narasi radikalisme. Sebab sekuat apa pun argumen dari pegiat moderasi agama akan kalah jika tidak kuat suaranya sehingga kalah dalam kontestasi ruang publik," kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (11/11).
Kamaruddin menjelaskan upaya deradikalisasi mesti dilakukan secara sistematik, masif, terstruktur dan terukur. Tugas ini tidak hanya digulirkan lembaga pemerintah namun juga bersama-sama kelompok masyarakat yang sadar akan pentinginya sikap moderat dalam beragama, berbangsa dan bernegara. Pasalnya, kelompok radikalisme menggulirkan paham ekstremisme mereka secara masif dan sistematis di medsos maupun ruang publik lainnya seperti sekolah, kampus, pesantren dan masjid.
"Dalam menangkal ajaran radikalisme di Indonesia, kita masih punya dua ormas besar yang dapat menangkalnya di samping pemerintah yaitu NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. Kedua ormas besar ini moderat," ujar Kamaruddin.
Guru Besar UIN Alauddin Makassar itu menyebut keunikan Islam di Indonesia memiliki NU dan Muhammadiyah sebagai infrastruktur sosial yang moderat. "Sehingga umatnya memiliki infrastrukur sosial yang kuat untuk mengantisipasi ideologi radikal," tambahnya.
Menurutnya, jika ada ajaran radikal melakukan penetrasi ke masyarakat Indonesia maka mereka akan berhadapan dengan kedua ormas itu. "Maka Indonesia yang memiliki masyarakat yang amat beragam ini memiliki potensi perpecahan bangsa tapi bisa ditangkal oleh dua ormas besar ini di samping juga pemerintah," sebutnya.
Untuk itu, Kamaruddin mengajak kalangan intelektual, ormas keagamaan dan pesantren agar terlibat lebih aktif dalam diskusi publik di media sosial supaya sikap moderat menjadi arus utama pemahaman masyarakat. Sebab ia mengakui tantangan mengatasi radikalisme di era digital tidak sederhana karena selalu ada kontestasi segala macam pemikiran di ruang publik.
"Pemenangnya bisa jadi oleh orang yang ilmu agamanya tidak mendalam. Yang punya otoritas bisa saja tidak menjadi panutan. Karena pemenang adalah mereka yang intensitas kehadirannya cukup tinggi. Mari ramai-ramai tangkal penetrasi ajaran radikalisme," imbaunya.