Selasa 12 Nov 2019 23:21 WIB

Pengamat: Ada Empat Tantangan Berat Kabinet

Salah satu tantangan berat adalah bagaimana mendongrak pertumbuhan ekonomi.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah menteri kabinet Indonesia maju bersiap mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah menteri kabinet Indonesia maju bersiap mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai kabinet jilid II Presiden Joko Widodo terbilang akomodatif untuk meredakan konflik elite. Namun dia mengingatkan ada empat tantangan yang berat yang bakal dihadapi pemerintah.

Pertama Ekonomi yang melambat. Tantangan beratnya adalah bagaimana menaikkan angka pertumbuhan ekonomi dari sekitar lima persen menjadi tujuh persen.

Baca Juga

Kedua yakni isu korupsi dan hak asasi manusia. Selama lima tahun periode lalu masih diwarnai praktik korupsi yang sistemik.

"Selain itu banyak perkara baru hak asasi manusia dalam kasus rusuh Wamena, terbunuhnya demonstran saat demonstrasi di Bawaslu dan demonstrasi tolak pelemahan KPK," ujar dia dalam keterangan tertulis, Selasa (12/11).

Ketiga, lanjut Ubedilah, tata kelola negara yang kurang antisipatif lantaran birokrasi dan sistem politik yang belum efektif. Dia menilai sistem politik Indonesia kapabilitasnya rendah sehingga menghambat pencapaian tujuan pemerintahan.

Keempat, tantangan bagaimana menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia di era disrupsi dan era post digital society. "Ini PR yang tidak mudah karena sangat ditentukan oleh desain pendidikan selama 5 tahun ke depan, sementara menterinya dalam satu tahun ke depan baru belajar dan memetakan problem utama pendidikan di Indonesia," ucapnya.

Pengamat Pertahanan dari Unpad, Muradi, mengatakan ada problem pertahanan keamanan Indonesia yang cukup serius yaitu terkait anggaran yang masih rendah hanya sekitar 0,8 persen dari PDB. Dampaknya alutsista Indonesia masih kalah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

"Problem lainnya secara keamanan global kita tidak punya aliansi seperti negara Asia lainya karena kita memilih politik bebas aktif. Jadi ketika kita alami gangguan pertahanan apalagi perang tidak semudah negara lain meminta bantuan Amerika atau Rusia atau Tiongkok," lanjutnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement